Aya kembali menatap Nana dan Riska,
      "Semua hal ini membuktikan bahwa Machiavelli dipandang sebagai orang yang mengajarkan ajaran yang tidak bermoral. Makanya setelah Machiacelli wafat, para pembesar gereja memasukan buku ini dalam daftar buku terlarang yang dikenal dengan sebutan 'Tridentine Index' dan digabungkan dengan buku-buku terlarang lainnya seperti 'Decameron' karya Boccacio, 'Bibel Geneva' karya Gavin..."
      "'De libero Arbitio' karya Desderius Eramus. Juga tidak lupa 'Resolutioner', 'De Servo Arbritio' dan 'Deutsche Messe' yang dikarang semuanya oleh Martin Luther" sambung Rahman.
      Aya dan Rahman saling berpandangan sambil tersenyum kecil dan sama-sama mengacungkan jempol mereka. Sementara Nana dan Riska hanya bisa melongo menatap mereka.
      "Mantaps" seru Nana dan Riska bertepuk tangan dengan wajah kagum.
      "Pantas kalian selalu bisa menangin lomba debat. Kalian berdua bisa kompak gitu" kata Nana kagum.
      "Bener-bener TOP ABIZZZ" sambung Riska menunjukan kedua jempolnya.
      Rahman tersenyum jengah,
      "Ah... kalian terlalu berlebihan. Aku bisa tahu semua itu, karena kebetulan ayahku punya buku tentang Machiavelli ini. Ditambah lagi ada buku di perpustakaan tentang masa Renaisance yang sangat menarik untuk dibaca. Jadi kebetulan saja kok, aku bisa tahu tentang Machiavelli"
      "Sedangkan aku, karena pernah baca tentang gerakan Renaisance dan juga tentang gejolak politik yang ada di Firenze kota tempat Machiavelli dilahirkan di toko buku. Hanya sekilas sih aku membacanya, namun cukup untuk membuatku mengerti tentang Il Principe atau politik kekuasaannya Machiavelli. Dampak dari karyanya ini, menyebabkan Machiavelli dikenal sebagai biang penyebar moral 'menghalalkan segala cara'" jelas Aya.
      Nana dan Riska mengangguk-anggukan kepala mereka.