Baru berkata begitu teman-temannya yang lain sudah menghampirinya.
“Jer, kau sudah buat terjemahannya belum?”
“Nanti dulu, aku lagi buat.”
Teman-temannya berhasil diusir pergi dan terjemahannya yang sudah selesai diserahkannya pada Julia. Julia tampak ragu sejenak.
“Boleh aku salin begitu saja? Kalau ketahuan bagaimana?”
“Tak apa-apa. Tidak diperiksa semuanya. Biasanya punyaku juga disalin habis-habisan sama yang lain.”
Masih terbersit ragu di wajah Julia. Namun akhirnya dia menurut juga. Dia sebenarnya ragu kalau terjemahan Jerry akan benar. Tapi ternyata bukan saja benar, tapi pilihan kata-katanya begitu tepat dan tersusun begitu indah. Dia yang biasanya dapat nilai tujuh atau delapan di sekolah lamanya pun tak yakin bisa sebagus ini. Perlahan dia melirik ke arah Jerry yang tampak serius mengerjakan soal-soal. Dia tersenyum. Tersenyum melihat laki-laki di sampingnya. Dari awal dia sudah menduga Jerry berbeda dengan laki-laki lain. Dan dia begitu terkesan dengan pembawaannya yang tenang. Saat Jerry menoleh ke arahnya, dia segera meneruskan menyalin terjemahannya. Jerry juga tersenyum. Julia bisa melihatnya dari sudut batas pandang matanya. Mereka selanjutnya diam. Menyelami masa bersama saat ini. Wangi tubuh yang begitu segar mengalihkan perhatian Jerry sesaat. Julia tersenyum saat mata mereka sekali lagi beradu. Wangi tubuh Julia, kini berpendar dalam seluruh tubuhnya. Sulit dilukiskan perasaan yang timbul karenanya. Perasaan yang kelak tak bisa dilupakannya.
Saat Hendrik tiba di kelas, semua kenyamanan mereka buyar sudah. Entah mungkin cemburu karena kedekatan Jerry dan Julia, dia segera mengusir Jerry dari tempatnya.
“Jer, awaslah! Aku juga belum bikin.”
“Tunggu sebentar. Kau duduk dulu di tempatku. Kukasih pinjam kalau sudah selesai....”
“Ah, aku juga bisa. Cepatlah.”