Sambungan dari: Kota Kecil
Langit masih gelap saat kokok ayam jantan pertama terdengar di sekitar jalan kecil itu. Lampu-lampu di beranda setiap rumah masih sama terang sejak tadi malam. Sunyi sekali sepanjang jalan ini. Kecuali itu tadi, suara kokok ayam yang kini sahut-sahutan dari beberapa rumah.
Jerry masih terbaring di atas ranjang. Di dalam kamarnya masih terasa dingin meskipun AC sudah tidak menyala. Sepertinya baru dimatikan. Tangan kanannya bergerak mengusap matanya. Bukan gerakan wajar orang yang masih tidur. Dia, sebelum kokok ayam jantan pertama terdengar sebenarnya sudah tersadar. Dia, yang biasanya susah bangun tanpa omelan Ibunya, kini membuka mata dengan segarnya.
Ditendangnya selimut yang membungkusnya sepanjang malam. Lalu beranjak berdiri di samping ranjang. Matanya yang sudah nyaman dengan gelap cukup jelas menangkap seluruh isi kamarnya. Pintu lemari dibuka dan dipilihnya seragam yang tergantung rapi di sebelah kiri. Kini dia mendorong pintu kamar mandi. Gelap, lalu lampu mulai berkedap-kedip dan menyala.
Tak lama kemudian Ibunya mendatangi kamarnya. Suatu kunjungan rutin setiap paginya. Meski kamar masih gelap, Ibunya sadar betul Jerry sudah tidak di atas ranjang. Suara air mengguyur tubuh terdengar dari kamar mandi. Ibunya pun berlalu pergi.
Jerry menjejakkan kakinya di atas keset kaki. Mengusap-ngusap kakinya pada kain yang sudah usang itu biar cepat kering. Setelah itu dia berdiri di depan cermin, mengelus-ngelus rambutnya yang tampak basah dan kaku. Dia berjalan keluar kamar dan berhenti beberapa saat di ruang belajar, di samping tangga. Memeriksa isi tasnya sejenak lalu berjalan menuruni tangga.
Suara bunyi anak tangga diinjak rupanya menarik perhatian Willy yang baru akan masuk ke kamar mandi. Jerry turun sudah lengkap dengan seragam putih abunya. Willy menoleh ke arah Ibunya – wajah penasarannya seolah meminta jawaban Ibunya. Namun Ibunya hanya tersenyum. Ini membuat Willy semakin tak mengerti. Kenapa Jerry bisa bangun pagi? Malah sangat pagi.
Jerry tampak tak peduli meski jelas-jelas dia menangkap kesan tak percaya di wajah Willy. Hampir sepanjang hidupnya, Willy selalu bagun lebih pagi darinya. Tapi hari ini berbeda. Dia sudah susah tidur dua malam ini. Banyak pikiran. Gundah dan gelisah. Ah, gadis itu cantik sekali. Sebentar lagi dia akan bertemu dengannya. Tiba-tiba khayalnya membumbung tinggi. Namun segera dia sadar diri. Tidak, tidak! Dia tidak boleh melamun terlalu jauh.
Jerry memperhatikan Willy yang keluar dari kamar mandi. Menarik kursi di sebelahnya kini. Sebel betul rasanya diperhatikan terus. Seperti habis ketahuan mencuri coklat potongan terakhir adiknya.
“Kenapa?” tanya Jerry.
Pura-pura tidak dengar. Malah adiknya meneguk susu di atas meja. Jerry melakukan hal serupa. Meski hatinya sedikit jengkel dengan tingkah adiknya, dia memilih diam saja. Dia dan adiknya, punya hubungan yang aneh. Terkadang begitu akrab, terkadang seperti orang baru kenal. Biasanya adiknya sangat usil hingga Jerry harus menonjolkan urat-urat hijau di keningnya. Atau suaranya yang pecah memenuhi seluruh rumah. Mungkin karena itu juga Willy terkadang berhati-hati membaca gelagat tak baik di hati Jerry. Seperti pagi ini, daripada menjawab pertanyaannya dia memilih diam. Biasanya pagi hari perasaan Jerry sangatlah tidak baik. Mau bagaimana lagi, tiap pagi dia turut berperan mengusik tidur nyenyak Jerry.