Mereka tertawa-tawa lagi mengejek Si Pembual itu. "Manusia dari galaksi mana sih dia? Sejarah manusia sudah jutaan tahun tidak pernah ada kejadian kiamat."
"Ini surga men!" sahut pria bertopi, "mana mungkin ada kiamat."
"Kita hidup abadi penghuni surga!" kata si janggut tebal.
Gelak tawa bersahut-sahutan pula di meja lain yang menonton tayangan yang sama.
"Pantas kalau mereka mengejek orang itu," kata Herman.
"Ini super benua dan curah hujan badai sekalipun tidak cukup mendatangkan banjir?"
"Siapa orang itu?" tanya Herman kepada Amanda soal orang di TV. Amanda hanya menggelengkan kepala.
"Dia dikenal hanya sebagai Si Pembual." Kata Alaksolan menjelaskan. "Tapi persisnya siapa dia, tidak ada yang tahu!"
"Padahal sudah ratusan tahun ia selalu berkelana kemana-mana mengajak orang agar kembali pada ajaran kehidupannya dan menjauhi cara hidup kami sekarang ini, yang katanya salah!"
"Salah seperti apa?" tanya Herman. Alaksolan mengangkat bahu dan tampak tidak berminat membahasnya.
"Kudengar, sebelum kalian melakukan penyembahan ke dewa Matahari, kalian telah melakukan penyembahan ke Utara. Kepada Dewa siapa sebelumnya?" Herman mendesak Alaksolan.
Dengan enggan Alaksolan menjawab, "ke utara menyembah Dewa yang membuat poros bumi tetap berputar sehingga menjadikan siang dan malam di bumi.
Tetapi Amun Re, Dewa Matahari lebih nyata dan ada wujudnya untuk kami puja."