Mohon tunggu...
Diva Asfira Demokraty
Diva Asfira Demokraty Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Swim n sleep

You can change your mind and you can change your world

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sang Komponis Bersyair Dalam Nadi Indonesia

20 November 2021   21:31 Diperbarui: 21 November 2021   09:49 1556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ismail Marzuki (ke empat dari kiri belakang) bersama grup Lief Java. (Arsip Taman Ismail Marzuki) 

     Terlihat seorang anak yang tengah duduk melamun disudut kamarnya dengan penerangan minim dari lampu patromak,  sambil memandang ke arah foto yang terpajang dihadapannya. 

     Rupanya, ia sedang membayangkan dirinya yang bercita-cita ingin menjadi seorang komponis. Komponis yang dikenal diseluruh mancanegara lewat karya-karyanya yang dapat mengharumkan namanya, juga negara tercintanya ini. Rasa nasionalismenya tumbuh sejak kecil. Dalam foto itu, terlihat potret dirinya dan ayahnya yang sedang memainkan kecapi sambil memperlihatkan ekspresi bahagia, yang siapapun jika melihatnya akan ikut merasakan perasaan bahagia itu.

     Tok-Tok-Tok

     Terdengar suara ketukan pintu.

     Ia pun terkejut, seketika lamunannya buyar bagai diterpa angin. Karena ternyata suara ketukan itu berasal dari pintu kamarnya. Samar-samar, ia mendengar ada yang memanggil namanya.

     "Dek, Maing... Ayo makan dulu, bapak sudah menunggu dari tadi. Kau Kakak panggilkan berkali-kali, apa kau tidak mendengarnya?" Tanya orang tersebut, seorang perempuan dengan rambut panjang yang digelung asal.

     Oh, rupanya kakaknya. Lebih tepatnya kakak angkatnya yang ayahnya adopsi untuk menemani dirinya supaya tidak kesepian. Ia ternyata sedari tadi memanggil namanya, namun tak kunjung ia balas.  Memang akhir-akhir ini pikirannya sedang berkecamuk, dikarenakan banyak sekali distraksi yang datang dalam pikirannya. Seolah memerintahkan dia untuk memikirkan hal apapun, meskipun hal yang sebenarnya tidak harus dia pikirkan.

     "Oh iya, Kak. Maaf, aku tidak mendengar Kakak memanggil," sahutnya merasa bersalah.

     "Tidak apa-apa. Ayo cepat makan, nanti sehabis makan kita ngobrol ya. Mungkin, kau sedang butuh teman bicara ya?" Tanya kakaknya dengan senyuman manis dan pandangan yang meneduhkan.

     Seketika ia jadi rindu seseorang dengan paras cantik, yang tempo lalu ia lihat dari sebuah foto yang tampak usang. Melihat kakaknya, ia seperti melihat ibunya. Sangat mirip. Pasalnya, ibunya, Scholehah, telah pergi meninggalkan berbagai kenangan dihatinya. Meski belum sempat ia melihat wajah aslinya, namun ia tahu jika ibunya masih ada, mungkin ia akan secantik kakak angkatnya itu. 

Kini, ia hanya bisa melihat ibunya dalam sebuah foto dan pada mata kakaknya yang ibunya wariskan. Ya, mata milik ibunya di donorkan pada kakaknya Ismail, yang pada saat itu ternyata kakaknya tidak bisa melihat apapun. Ibunya pergi pulang pada pelukan sang Ilahi, menyusul kedua kakak laki-lakinya yang bahkan belum sempat ia temui, yakni Yusuf dan Yakup. Kini, menyisakan ayah dan kakak perempuannya, yakni  Siti Mustika yang terpaut usia sembilan tahun lebih tua dari dirinya dan ayahnya, Marzuki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun