Mohon tunggu...
Dinna Destiyani
Dinna Destiyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Perwakafan, Hj. Sunuwati, M.H.I

12 Maret 2024   11:11 Diperbarui: 12 Maret 2024   11:11 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejak zaman Nabi, Khilafah, dan dinasti Islam hingga saat ini, wakaf masih dilakukan dari waktu ke waktu di semua negara muslim termasuk Indonesia. Hal ini terlihat pada kenyataan bahwa lembaga wakaf Islam telah diadopsi (diterima) ke dalam hukum adat bangsa Indonesia sendiri. Selain itu juga merupakan fakta bahwa di Indonesia terdapat banyak benda wakaf, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak.

Rukun dan Syarat Wakaf

Rukun artinya sudut, tiang, adalah sendi utama atau elemen utama dalam pembentukan sesuatu. Tanpa harmoni, sesuatu tidak dapat bersatu. Demikian juga syarat-syarat yang menentukan sah tidaknya wakaf. Mengenai jumlah rukun, ada perbedaan pendapat antara madzhab Hanafi dan kebanyakan ahli hukum. Menurut ulama mazhab Hanafi, rukun wakaf hanya satu, yaitu akad berupa ijab (pernyataan wakif). Sedangkan akseptasi (pernyataan penerimaan wakaf) tidak menjadi andalan bagi ulama madzhab Hanafi karena akadnya tidak mengikat.

Menurut mayoritas ulama Madzhab Syafi`i, Maliki dan Hanbali, landasan wakaf memiliki empat pilar, atau elemen kunci dari wakaf:
 a. Adanya wakif (orang yang berwakaf)
 b. Maukuf alaih (orang yang menerima wakaf)
 c. Maukuf (benda yang di wakafkan)
 d. Sighat

Setiap pilar juga harus memenuhi persyaratan tertentu. Untuk Wakif, ada beberapa syarat, yaitu:
 a. Wakif harus orang yang merdeka
 b. Baligh
c. Berakal
d. Cerdas

Jalaluddin al-Mahally menambahkan bahwa wakif dapat dengan bebas menuntut haknya dan dapat menguasai benda tersebut sehingga wakaf tersebut bersifat perseorangan atau organisasi. Menurut al-Mahally, wakif harus orang yang "Shihhatu Ibarah dan Ahliyatut Tabarru", wakif harus memiliki kewenangan hukum untuk bertindak (bekwan heid). Jadi tidak bisa menjadi wakif rahmat. Anak-anak masih kecil dan harus memenuhi persyaratan umum seperti dalam hal muamalah (tabarru`). Wakaf menjadi sah, jika wakif tersebut sudah dewasa, memiliki pikiran yang jernih (rasional) dan memiliki kehendak sendiri, tanpa ada unsur paksaan atau Islam, maka dari sudut pandang KUHP.

Wakaf menjadi sah, jika wakif tersebut sudah dewasa, memiliki pikiran yang jernih (rasional) dan memiliki kehendak sendiri, tanpa ada unsur paksaan atau Islam, maka dari sudut pandang KUHP tentang keberadaan Wakaf, 4 ( empat) unsur (rukun) yang harus dipenuhi, yaitu:
 a. adanya orang yang berwakaf (waqif) sebagai subjek wakaf
 b. adanya benda yang diwakafkan (mauquf)
 c. adanya penerima wakaf (sebagai subyek wakaf) (nadzir)
 d. adanya 'aqad atau lafadz atau pernyataan penyerahan wakaf dari tangan wakif kepada orang atau tempat berwakaf (simauqufalaihi).

Susunan unsur-unsur dalam ketentuan Pasal 217 nomor 2 Kompendium Hukum Islam mengatur bahwa yang diwakafkan atau diwakafkan dapat:
a. orang
b. orang-orang; atau
c. badan hukum.

Adapun Syarat-syaratnya sebagai wakif sebagai mana diatur dalam ketentuan Pasal 217 ayat (1) dan ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, yaitu :
Apabila yang menjadi wakif itu orang atau orang-orang, dipersyaratkan :
telah dewasa,
sehat akalnya,
oleh hukum tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum,
dilakukan atas kehendak sendiri.
Apabila yang menjadi wakif itu badan-badan hukum Indonesia, maka yang bertindak untuk dan atas namanya adalah pengurusnya yang sah menurut hukum. Mengenai benda yang di wakafkan bukan benda sembarangan, melainkan benda milik, yang bebas dari segala :
a. Pembebanan
b. Ikatan
c. Sengketa.

Dalam rangka pengelolaan benda wakaf, nadzir yang terorganisir sebagaimana diatur dalam pasal 215 angka 5 Kompendium Hukum Islam harus berbentuk sekelompok orang atau badan hukum yang bertanggung jawab memelihara dan mengurus benda wakaf. Nadzir perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 219 Adendum Hukum Islam harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Warga negara indones
b. Beagama Islam
c. Sudah dewasa
d. Sehat jasmaniah dan rohaniah
e. Tidak berada dibawah pengampuan
f. Bertempat tinggal dikecamatan tempat letak benda yang di wakafkannya.
Sebelum menjabat, Nadzir harus mengucapkan sumpah di hadapan Kepala Subbagian Agama dengan dihadiri sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi dengan sumpah sebagai berikut::
Demi Allah, saya bersumpah, bahwa saya untuk diangkat menjadi Nadzir langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apa pun tidak memberikan atau menjanjikan ataupun memberikan sesuatu kepada siapa pun juga.
Saya bersumpaH, bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini tiada. sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu janji atau pemberian.
Saya bersumpah, bahwa saya senantiasa akn menjunjung tinggi tugas dan tanggung jawab yang di bebankan kepada saya selaku nadzir dalam pengurusan harta wakaf sesuai dengan maksud dan tujuannya.
Mengenai jumlah nadzir yang diperbolehkan untuk satu satuan wakaf, diatur dalam Pasal 219 ayat (5) Kompendium Hukum Islam, yang terdiri dari paling sedikit 3 (tiga) orang dan paling banyak 10 (sepuluh) orang oleh Kecamatan. kepala urusan agama diangkat atas usul majelis ulama setempat dan kepala lingkungan.
Mengenai jumlah nadzir yang diperbolehkan untuk satu satuan wakaf, diatur dalam Pasal 219 ayat (5) Kompendium Hukum Islam, yang terdiri dari paling sedikit 3 (tiga) orang dan paling banyak 10 (sepuluh) orang oleh Kecamatan. kepala urusan agama diangkat atas usul majelis ulama setempat dan kepala lingkungan.
Kemudian bila berbentuk badan hukum, maka nadzir harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Badan hukum indonesia dan berkedudukan di Indonesia
Mempunyai perwakilan di kecamatan tempat letak benda yang diwakafkannya.

Dalam memenuhi janji wakaf, sesuai dengan ketentuan Pasal 223 ayat (4) ringkasan hukum Islam, pihak yang membuat janji wakaf harus menyerahkan kepada petugas yang mewakafkan dokumen-dokumen sebagai berikut:
Tanda bukti pemilikan harta benda
Jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak bergerak, maka harus  disertai surat keterangan dari kepala desa, yang diperkuat oleh Camat setempat yang menerangkan pemilikan benda tidak bergerak dimaksud.
Surat atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan dari benda tidak bergerak yang bersangkuatan
Selain itu, objek wakaf harus didaftarkan di Kabupaten untuk menjaga keutuhan dan keawetannya. Pasal 224 KUHP mengatur bahwa setelah pelaksanaan akta gadai, kepala kantor urusan agama kabupaten atas nama nadzir yang bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada Camat untuk pengakuan harta benda benda yang bersangkutan. untuk menjaga keutuhan dan daya tahannya.
Landasan Hukum Perwakafan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun