"Wah, seru, tuh! Besok ke sana, yuk! Kita maen sejam."
"Mau aja, sih, gue. Tapi gue nggak punya duit."
"Gue bayarin!"
Sesaat mendengar kata 'gue bayarin', batin gue tersentak. Jarang-jarang ada anak di kampung ini yang mau bayarin gue main PS. Semenjak Bang Heru kegep bolos sama bapaknya, Ardan adalah orang kedua yang dengan sadar dan ikhlas mau ngajakin gue main PS.
"Serius? Gue nggak salah denger, kan?"
"Besok, jam setengah empat, dateng aja ke rumah gue! Nanti kita maen sejam."
Esoknya, pukul setengah empat saat gue sudah pulang ngaji dan berganti baju, gue datang ke rumah Ardan tuk menagih janjinya kemarin. Beberapa saat setelah gue meneriaki namanya empat kali, Ardan pun muncul. Ia muncul bersama dengan neneknya yang bermuka cemas. "Mau maen pe'es di mana?" tanya neneknya ke gue.
"Di pinggir jalan sana, Nek. Deket, kok. Dari sini lurus, belok kiri, terus sampe," jawab gue.
Neneknya Ardan lalu membolehkan cucunya pergi bersama gue. Ia lalu berpesan ke Ardan, "Selesai main langsung pulang, ya!"
"Iya, Nek," balas Ardan. Kami berdua lalu pamit.
Di rental Bang Maman, kami berdua main selama satu jam. Game yang pertama gue dan Ardan mainkan adalah GTA San Andreas. Di game itu, kami nggak menjalankan misi. Melainkan hanya keluyuran nggak jelas, bikin onar sana-sini, sambil mencoba beberapa cheat yang gue dan Ardan tahu. Semua itu kami lakukan atas dasar bersenang-senang. Itu lalu menjadi awal dari hari-hari selanjutnya di mana Ardan selalu ngebayarin gue main PS.