"DYNASTY WARRIOR LIMA?!" gue terkejut.
"Sekarang, kita bisa namatin game ini dengan tenang," Ardan nyengir.
Momen itu membuat kami jadi nggak pernah lagi nongol di rental Bang Maman. Gue juga jadi meninggalkan profesi ojek payung sejak itu. Kegiatan kami bermain PS pindah ke rumahnya. Tujuan gue tercapai. Kini gue bisa main PS tanpa khawatir lagi soal dari mana gue bisa dapat uang untuk menyewanya.
Main PS di rumah Ardan jauh lebih nyaman ketimbang di rental. Nggak ada tuh bocil-bocil berisik yang sotoy ngasih tahu ini dan itu ketika kami main. Ardan juga dimanja oleh nenek dan ibunya di rumah. Setiap kami main PS, pasti selalu ada camilan yang disediakan nenek atau ibunya. Gue yang hampir setiap hari main ke rumah itu, jadi kecipratan enak atas jamuan yang diberikan. Ardan nyengir. Gue pun ikut-ikutan nyengir. Kami merasa sangat bahagia kala itu, sebab nggak perlu lagi repot-repot datang ke rental Bang Maman untuk main PS.
Bulan-bulan berlalu. Tiga hari menjelang libur kenaikan kelas, gue ada di rumah Ardan, main PS seperti biasa di kamarnya. Setelah main Dynasty Warrior selama dua jam, kami bermain GTA San Andreas untuk selingan. Kebiasaan kami masih sama: muter-muter keliling kota, bikin onar sana-sini, sambil nyoba beberapa cheat. Biasanya ketika melakukan itu, wajah kami ceria. Namun ada yang berbeda hari itu. Wajah Ardan datar. Ia seperti memikirkan sesuatu di luar game yang kami mainkan.
"Lo baik-baik aja, Dan?" tanya gue memecah keheningan.
Ardan diam saja. Gue lalu memutuskan untuk berhenti tanya-tanya. Beberapa menit setelah pertanyaan itu pecah, tiba-tiba Ardan menekan tombol start. Gue sontak menoleh.
"Seminggu lagi gue bakal pindah rumah, De."
"Pindah rumah?!" gue terkejut. "Ke mana?"
"Depok."
"Serius, Dan?"