"Man, Man. Besok, lebih baik kamu buka usaha baru, biro jodoh. Kamu pikir cari jodoh itu perkara bulan? Bertahun-tahun saja belum tentu langgeng, baru sebentar bisa saja tamat."
"Ya sudah, kan usaha. Kalau gagal ya, kami bantu. Yang penting, fokus kerja dulu. Besok sudah kembali kerja, harus semangat. Sudah, mari kita tidur."
Pekan yang baru dibuka, hari Senin kembali lagi. Ketika aku makan siang, ibu menelponku.
"Lintang, tadi ibu lihat si Arman jadi koboi jadi-jadian. Itu kamu yang belikan bajunya ya? Biasanya, Arman pakai baju yang biasa saja. Sekarang, pakai baju koboi, topi koboi."
"Bagus, Bu? Penampilan Arman jadi bagaimana, Bu? Ibu lihat dia di mana?"
"Ibu ketemu tadi di pasar. Lebih bagus sih, karena belum pernah jadinya dia terlihat segar. Mungkin lama-lama bukan segar, tetapi lucu. Tadi, kata Arman, kamu mau pulang ke sini?"
"Iya, Bu. Mau mengenang masa kecil."
"Ya sudahlah, kali ini kamu pulang kampung. Naiknya bus atau kereta, siapa tahu bisa bertemu gadis ayu."
"Ah, Ibu. Bisa saja, Bu."
Man, kamu ada-ada saja. Waktu aku belikan, kamu menampakkan ekspresi menolak. Sudah sampai di kampung, dipakai juga. Bagaimana ekspresi ibumu melihat gaya barumu itu? Aku betul-betul penasaran. Andai kamu punya WA, aku bisa mengirim fotomu saat di kamar pas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H