Di sekelebat bayang-bayang penantian
Tiap waktu-Di setiap hela napasku
Â
Seketika dalam hening, entah siapa lah ini. Puisi ke tiga di "Ahh, tampaknya pagi ini saya ingin bercerita mengenai Pemulung perasaan. Bagaimana kalau kita sarapan dulu? Mumpung masih ada waktu satu jam menjelang mata kuliah Hukum Internasional pukul 09.00 Nanti? Ucap Sri."
(Hehheee ... ) Dengan tawa kecilnya yang khas, BD mengiyakan Sri yang sedikit tertegun memandang jauh ke arah Timur Matahari yang sedang gagahnya mengusik adanya embun di ribuan dedaunan yang tak bosan-bosannya melambaikan kenyamanan di mata para perindu semu.
Perjalanan mereka diiringi rasa sunyi. Yang berkuasa di antara mereka hanyalah deru mesin yang tak henti-hentinya melaju di jalanan ibu kota. Berselang beberapa detik, terdengar suara "Kemana tujuan kita?" ucap BD.
Melihat ke arah BD yang sedang setia menggenggam Setir, Sontak Sri menjawab, "Sesukamu aja. Pikiran ini kalut, percuma kalau kita kuliah hari ini, nggak bakalan nyambung antara hati dan otak. Lagi Mager. Tangan kirinya meremas erat sepucuk surat yang ia terima.
"Kita atau kamu yang kalut?" ucap BD.
(Sri hanya diam memandangi BD derngan wajah sinis).
"Baiklah, kita akan menuju Pantai. Pantai dimana surat yang berada di genggamanmu bisa kau hanyutkan dan lenyap begitu saja. Hehehe ... Atau bisa kau simpan rapat di tiap jengkal memori pikirmu untuk waktu yang lama. BD tertawa kecil sembari menghibur hati yang sedang terbelah oleh keadaan.
"Sri hanya mengangguk dan meluruskan lagi tempat duduknya menghadap ke depan."