Mohon tunggu...
Datuak Bandaro Sati
Datuak Bandaro Sati Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat Coffee

Secangkir ialah rasa; ribuan cangkir juga rasa. Seberapapun, semua tentang rasa. Warna yang serupa tiada bisa untuk saling membatasi! #CoffeeTime

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sri (2)

24 Juli 2019   09:24 Diperbarui: 24 Juli 2019   09:32 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pelan-pelan, armada yang aku tumpangi mulai melaju. Empat Puluh menit lamanya di tengah perjalanan, sekujur rambut beraroma Melati makin melekat di Bahu kiriku. Sementara, di kanan sana ada tempat dimana seharusnya dia bersandar. Apa mungkin dikarenakan terpaan angin yang semakin menghantarnya ke Bahuku? Atau barangkali karena aroma-aroma nakal ini sedikit menempel ke arahnya? Bisa dikata, bak tarikan maghnetik yang begitu curang menipu butir-butir pasir semaunya. Atau barangkali karena pasangannya lebih memilih menikmati sepoi angin senja di sepanjang Jalur Sitinjau Laut, menghadap ke Jendela dan dengan mudahnya melupakan dia? Bisa saja. Hehehe ...

Sial ..., Di tengah perjalanan, Pengemudi yang masih berjiwa kesatria beranggapan lobang jalanan begitu indah dan datar, lalu menghantamnya begitu saja. Eehh ... yang ada, gadis belia ini terbangun dari tidurnya sontak mengelakkan rebah kepalanya terhadapku. Lalu seketika, tanpa pamrih dan bersuara sedikitpun, ia melemparkan seutas senyuman tanpa berani memandang ke arah mataku melebihi tiga detik waktu berlalu. Yaaps betul, hanya seutas senyuman saja.

"Seperti baru kulihat kelopak mata yang membawa sayap-sayap burung ke dalam keluasan langit. Sedangkan lekuk bibir yang tampak; seakan tengah tafakur di antara rerumputan yang tumbuh membagi sunyi. ~ @bang_dho"

 

Semisal aku bertanya tentang "ada apa?" tentu tidak lah pantas, sebab dia hanya sekedar perempuan yang duduk berdekatan denganku di satu tumpangan yang kebetulan sama. Namun yang jelas, aku mendengar dia berucap "Aku tak kuat begini terus tentang kita, udahi aja; cukup" yang bunyinya terdengar seiring deru mesin yang tengah berjuang menghantarkan kami ke tempat tujuan masing-masing; Kabupaten Solok.

Dan aku, lebih dulu turun dari mereka yang masih saja menikmati perjalanan. Yah, hanya sekedar berbagi kisah kecil di perjalanan pulang menuju keluarga kecilku.

Sabtu  itu, sepasang Camar menarikan tarian Rembulan

 

Suatu ketika, Di kala itu aku

Suatu saat, Di masa itu saya

 

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun