Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pilkardus

9 Juli 2021   20:23 Diperbarui: 9 Juli 2021   21:17 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kulit buaya, pikir Quinna, bertatahkan emas. Emas asli. Sepatu sebelum adanya PILKARDUS. Ibunya telah menyimpannya untuknya. Penampilannya bagai cowok remaja tanggung yang mengumpulkan keberanian untuk memberi tahu seorang gadis betapa dia mencintainya. Quinna ingin tertawa.

"Saya mencalonkan diri untuk pemilihan Lurah," akhirnya dia berkata. Dia menatapnya, dan menatap tepat ke matanya. "Kamu bisa membantu saya untuk menang."

Quinna tertawa. "Gue?" Dia ingin menjawab secara formal, tetapi malah yang tercetus logat Betawi dan dia membenci dirinya sendiri karenanya.

Lelaki itu melirik ke meja komputernya, ke bagian elektronik yang rusak di atas meja panjang, ke server yang berkedip dalam kotak yang dingin. Dia menoleh dari balik bahunya ke orang-orang di luar, yang telah kembali bernyanyi. Seseorang memberi isyarat kepadanya, ingin dia menyelesaikan urusan yang membawanya ke workshop kecil itu, apa pun itu.

Mungkin mereka mengira akan seperti masa lalu ketika dia menraktir makan, minum dan membagikan bingkisan dan uang receh untuk ditukar dengan dukungan suara. Mungkin mereka pura-pura bodoh untuk mendapatkan uang yang mungkin dia sembunyikan sewaktu masih berkuasa dulu.

"Mari kita bicara di suatu tempat yang lebih tenang," katanya, mengangguk ke arah ruang belakang. Quinna mengeluarkan ponselnya dan mematikannya agar Qushe tidak mendengarkan.

"Gue sibuk," katanya.

Lelaki itu ragu-ragu sejenak, dan kemudian menutup pintu. Suara nyanyian di luar berhenti, dan seseorang mengerang kecewa.

Bibir Quinna terbuka hendak memprotes, namun batal. Sebagian dari dirinya berharap brewok lelaki itu akan muncul secara ajaib, dan lelaki bertampang tiran ini akan berubah menjadi ayah impiannya, teman rahasia di masa kecilnya. Dia berjalan ke pintu belakang dan berhenti sejenak, meskipun tidak terkunci.

Dia menghela nafas. Dia melirik ponselnya yang tegeletak di meja, bertanya-tanya apakah seharusnya dia membawanya untuk merekam apa pun yang dikatakan bapaknya, tetapi dia memutuskan mungkin yang terbaik adalah percakapan mereka adalah masalah pribadi. Dia membawanya ke ruang belakang.

Ruang itu gelap temaram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun