Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Teori Enam Tingkatan Genius

5 Januari 2025   02:34 Diperbarui: 5 Januari 2025   02:34 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Gambar 6 Tingkat Genius dan Hubungan Antar Parameter. (Sumber: Pribadi)

Teori Kejeniusan Multidimensi: Mengintegrasikan Dimensi Teoritis, Teknis, Estetika, Bisnis, Etis, dan Politis dalam Konteks Peradaban Modern

Pertemuan Para Jenius di Istana Bogor

Pagi yang cerah di Istana Bogor. Embun masih melekat di daun rumput, dan beberapa ekor kijang terlihat santai merumput di kejauhan. Soekarno, dengan senyum khasnya, duduk di sebuah meja kayu berhiaskan ukiran Nusantara, ditemani tiga tamu istimewanya: Thomas Alva Edison, Albert Einstein, dan Nikola Tesla. Di meja, kopi hangat bercampur aroma jahe dan rempah menguar, sementara burung-burung bernyanyi di pepohonan sekitar.

Soekarno mengangkat cangkir kopinya. "Saudara-saudara, selamat datang di tanah yang saya cintai. Sebuah kehormatan bagi saya untuk menjadi tuan rumah bagi tiga pemikir terbesar dunia. Saya hanya ingin tahu, bagaimana rasanya berada di tempat di mana kejeniusan bertemu dan berbincang?"

Edison tertawa kecil. "Terima kasih atas undangannya, Tuan Presiden. Saya tak pernah menyangka akan menyeduh kopi di pagi yang indah ini bersama seorang revolusioner seperti Anda. Tapi saya ingin tahu, Bung Karno, kejeniusan macam apa yang Anda miliki hingga mampu memikat hati wanita-wanita cantik? Itu jauh lebih sulit daripada menemukan bola lampu!"

Soekarno tertawa lepas. "Ah, Bung Edison, jangan bercanda. Merayu wanita adalah seni, bukan kejeniusan. Tapi mari kita simpan diskusi itu untuk nanti. Bagaimana dengan Anda semua? Bukankah kita di sini untuk saling memuji, atau mungkin saling menyindir?"

Tesla, yang duduk dengan tenang, mengangguk sambil tersenyum kecil. "Edison, Anda adalah pengrajin dunia nyata. Tanpa Anda, bola lampu yang menerangi meja ini tak akan ada. Namun, izinkan saya mengingatkan bahwa tanpa teori, tak akan ada praktek. Dunia butuh keseimbangan."

Einstein, dengan rambut acak-acakannya, menimpali sambil menyeruput kopinya. "Tesla, kau benar sekali. Tetapi mari kita jujur: apa gunanya teori tanpa penerapan? Bung Edison mungkin sederhana, tapi ia membuat dunia benar-benar berjalan."

Edison mengangguk puas, tetapi Tesla melanjutkan dengan senyum tajam. "Ah, tapi Einstein, Anda melupakan satu hal. Kita butuh imajinasi, bukan hanya rumus. Anda sendiri pernah berkata bahwa imajinasi lebih penting daripada pengetahuan."

Soekarno, yang sejak tadi mendengarkan dengan penuh perhatian, akhirnya berbicara. "Tuan-tuan, bagaimana kalau kita mencari tipe kejeniusan baru? Sebuah kombinasi dari kalian bertiga. Saya yakin dunia membutuhkan seseorang yang mampu memahami teori, menciptakan teknologi, dan menggerakkan hati manusia. Seperti saya, tentu saja!"

Edison tertawa terbahak-bahak. "Presiden Soekarno, saya setuju. Tapi Anda belum menjelaskan kepada kami apa yang membuat Anda seorang jenius."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun