Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Bagaimana Presiden Prabowo Mengelola Ekspektasi Rakyat

25 November 2024   15:54 Diperbarui: 25 November 2024   16:02 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Kerangka Teori Mengelola Ekspektasi Bagi Kebijakan Publik

Abstract

Managing public expectations is a critical yet complex challenge for leaders and policymakers, particularly in societies grappling with economic disparities and social pressures. This paper introduces a theoretical framework linking three core variables such as income (I), utility (U), and expectations (E) to explore their dynamic interactions in shaping individual and collective decision-making. We posit that among these variables, expectations (E) are the most controllable, offering a strategic entry point for public policy interventions.

The framework identifies four scenarios based on high or low levels of I and U, emphasising how skillful management of expectations can enhance short-term utility and support long-term income growth. By integrating principles from complex adaptive systems (CAS) theory, we demonstrate how external factors such as economic policy and social pressures influence these dynamics.

This model is contextualised within Indonesia's contemporary political landscape, particularly in addressing the ambitious vision articulated in President Prabowo Subianto's inaugural speech. Here, the theory serves as a tool to reconcile the tension between public aspirations and the constraints of reality, highlighting the urgency of managing expectations for effective public governance. This framework has broader applications in guiding policies that balance economic growth, social equity, and public satisfaction in an interconnected, evolving world.

Identifikasi Masalah

Ketika Prabowo Subianto berdiri di depan rakyat Indonesia pada hari pelantikannya sebagai Presiden Republik Indonesia, suasana di sekitar Senayan terasa berat oleh kombinasi antara harapan yang tinggi dan realitas yang menantang. Dengan sorotan kamera yang tak henti-henti menangkap setiap ekspresi wajahnya, ia memulai pidatonya dengan nada optimisme yang dalam yaitu janji tentang kebangkitan bangsa, pemerataan ekonomi, pembangunan infrastruktur, dan ketahanan nasional. Visi besar ini, seperti bintang terang di malam yang gelap, adalah cerminan dari mimpi kolektif bangsa yang ingin keluar dari belenggu ketimpangan, ketidakadilan, dan kerapuhan ekonomi.

Namun, di balik visi yang penuh semangat itu, Prabowo menghadapi tantangan monumental. Indonesia hari ini adalah bangsa yang terfragmentasi oleh ketimpangan sosial, tekanan ekonomi global, dan ketidakpastian politik. Pendapatan rata-rata rakyat masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar banyak keluarga. Ketidakadilan sosial terus menjadi duri dalam hubungan masyarakat, dan ekspektasi terhadap pemerintahan barunya membumbung tinggi bahkan terlalu tinggi untuk kapasitas ekonomi dan politik yang tersedia.

Di sinilah kontradiksi besar muncul. Bagaimana mungkin seorang pemimpin dapat menyatukan visi besar tentang kebangkitan bangsa dengan kenyataan keras yang ada di depan mata? Bagaimana seorang Prabowo dapat memenuhi ekspektasi masyarakat yang menginginkan perubahan instan dalam segala aspek kehidupan, sementara ia tahu bahwa pembangunan sejati membutuhkan waktu, ketahanan, dan pengorbanan bersama?

Ekspektasi masyarakat Indonesia terhadap kepemimpinan Prabowo adalah gambaran kompleks dari aspirasi yang telah lama tertunda. Petani di desa-desa terpencil menginginkan harga hasil tani yang adil. Buruh pabrik berharap pada perbaikan upah minimum. Generasi muda mengimpikan lapangan kerja yang sesuai dengan pendidikan mereka. Ekspektasi ini, meskipun beragam, berbagi satu ciri yang sama yakni keinginan untuk perubahan cepat.

Namun, Prabowo tahu bahwa ekspektasi yang tidak dikelola dengan baik bisa menjadi pedang bermata dua. Jika ekspektasi terlalu tinggi dan tidak sejalan dengan realitas kebijakan, hal itu dapat memicu kekecewaan massal, keresahan sosial, atau bahkan krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Sebaliknya, ekspektasi yang dikelola dengan bijak dapat menjadi kekuatan yang menyatukan bangsa, mendorong masyarakat untuk bersabar, bekerja bersama, dan berkontribusi pada perubahan.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun