Perceraian Talak
Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, kata perceraian terdapat pada Pasal 28 di mana pada pasal ini termuat ketentuan yang bersifat fakultatif "Perkawinan putus sebab kematian, perceraian, dan atas putusan pengadilan. Kata cerai dikenal juga dengan istilah talak. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia "cerai" diartikan sebagai: pisah, atau putus hubungan sebagai suami istri (talak). Sedang "perceraian" berarti: "perpisahan, hal bercerai (sebagai suami istri), perpecahan". Kata "bercerai" artinya: "tidak bercampur lagi, tidak berhubungan, atau tidak bersatu, berhenti sebagai suami istri. Perceraian secara yuridis dapat diartikan dengan "telah putusnya tali perkawinan, atau telah putus hubungan hukum sebagai suami istri, atau tidak lagi sebagai suami istri." Ketentuan perceraian termuat dalam UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 28 bersifat fakultatif.
Cerai dalam istilah fikih disebut Talaq , yang artinya "membuka ikatan, atau membatalkan perjanjian". Istilah lain yang sering digunakan adalah kata furqah, yang artinya bercerai; lawan dari kata berkumpul. Kedua istilah ini yaitu "talak atau furqah" dalam fikih sering digunakan oleh para ulama sebagai istilah yang menunjukkan adanya "perceraian antara suami istri".
Ketentuan tentang perceraian atau putusnya perkawinan selain dalam undang-undang perkawinan juga diatur dalam PP No. 9 Tahun 1975 sebagai aturan pelaksanaan UU No.1 Tahun 1974 dan diatur juga dalam Kompilasi Hukum Islam(KHI). Talak sebagaimana diatur dalam KHI Pasal 117 harus diikrarkan oleh suami di depan majelis sidang Pengadilan Agama barulah perkawinan dinyatakan putus.
Dasar Hukum Perceraian
 Dalam Islam kehidupan rumah tangga dalam ikatan perkawinan adalah perbuatan sunnah Allah dan Rasul-Nya. Karena itu barang siapa berpaling, enggan melakukan perkawinan yang didasarkan tujuan membentuk keluarga sakinah mawaddah wa rahmah sama artinya dengan ia berpaling dan menyalahi sunnah Allah SWT dan Rasul-Nya Muhammad SAW.
 Namun bila dalam kenyataannya ikatan perkawinan tidak lagi mampu menciptakan kedamaian dan kasih sayang atau tujuan perkawinan sudah tidak lagi bisa digapai, perkawinan tidak bisa lagi dipertahankan dan bila dilanjutkan justru akan terjadi kehancuran, mudarat yang ditimbulkan lebih berat dari maslahah dalam rumah tangga, Islam tidak menutup pintu untuk dilakukan perceraian. Artinya walau perkawinan itu disunnahkan bukan berarti cerai diharamkan. Sehingga para ulama menghukuminya sebagai sesuatu yang makruh. Ketentuan hukum makruh dilihat pada "upaya yang dilakukan" dalam mencegah terjadinya cerai, dengan berbagai tahapan8 sebagaimana terjadi dalam nusyuz.
 Kalau ditelusuri ayat-ayat dalam al-Qur'an tidak ditemukan perintah dan anjuran juga larangan terkait eksistensi perceraian, dalam al-Qur'an hanya mengatur bila terjadi cerai atau talak.9 Namun pada isu-isu perkawinan terdapat beberapa ayat al-Qur'an yang mendorong untuk melakukan perkawinan. Sehingga para ulama menetapkan ketentuan hukum cerai dengan varian-varian, adakalanya makruh, adakalanya mubah dan adakalanya haram bahkan adakalanya wajib. Dalam situasi kehidupan suami istri stabil dan tidak ditemukan adanya faktor yang dapat menyebabkan perubahan mengkhawatirkan sehingga rumah tangganya tidak harmonis lagi, ulama menghukumi haram adanya perceraian.
Macam-Macam Perceraian (Talak)
 Cerai berimplikasi pada berpisahnya atau putusnya hubungan hukum antara pasangan pria dan wanita yang awalnya sebagai suami istri menjadi mantan suami dan istri. Hukum Islam mengatur bahwa seseorang yang menjatuhkan cerai (talak) pada istrinya masih diberi kesempatan untuk kembali (rujuk) dalam batas waktu tertentu. Namun ada pula yang tidak ada toleransi kembali lagi pada istrinya setelah suami dinyatakan sah menjatuhkan cerai pada istrinya. Karena itu dalam Islam talak dikenal ada dua macam:
1.Talak raj'i, ialah pernyataan cerai suami pada istri yang telah digaulinya dengan lafad-lafad tertentu,14 bukan karena ia mendapatkan ganti rugi harta dari istri dalam menjatuhkan cerainya, pernyataan cerainya dengan pernyataan cerai (talak) satu kali atau talak dua kali.15 Cerai yang dijatuhkan dengan model seperti ini suami masih bisa kembali (rujuk) pada istrinya. Allah SWT menjelaskan hal ini dalam QS. at-Talaq (65) ayat 1;