Kemudian harta bersama dapat dikelola bersama antara suami dan istri. Namun segala tindakan hukum terhadap harta bersama harus melalui persetujuan para pihak. Demikian yang diatur pada Pasal 36 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Sedangkan harta bawaan dari masing-masing pihak, maka sesuai dengan ketentuan 36 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974 sepenuhnya menjadi hak masing-masing para pihak.
4.Penceraian
Dalam persoalan terjadi perceraian pada perkawinan campuran kalau pihak suami berkewarganegaraan Indonesia, maka ketentuan aturan hukumnya berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang undang No.1 Tahun 1974 dan PP (Peraturan Pemerintah) No.9 Tahun 1975. Sedangkan bagi pegawai negeri sipil tunduk ketentuan PP No. 10 Tahun 1983 dan PP No. 45 Tahun 1990. Namun yang menjadi persoalan adalah dalam hal perkawinan campuran kawinnya di Indonesia, suami warga negara asing dan tinggal serta menetap di luar negeri, maka yang muncul kemudian masalah hukum perdata internasional, dalam penentuan alasan dan syarat perceraian, demikian juga perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri. Perkawinan putus bisa karena sebab kematian, perceraian, dan atas keputusan pengadilan. Menurut ketentuan yang diatur dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, perceraian hanya dapat dilakukan di depan majelis pengadilan yang berwenang, setelah melalui proses mediasi dan tidak berhasil kedua belah pihak didamaikan.
5.Status Anak
Peraturan yang mengatur status hukum anak sudah cukup banyak. Namun dalam perkawinan campuran, status anak menjadi persoalan tersendiri, lebih-lebih terkait dengan status kewarganegaraan anak. Dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 kedudukan anak diatur dalam Bab 9 Pasal 42 sampai Pasal 44, di mana ketentuannya sebagai berikut:
a.Anak sah ialahanak yang lahir dalam ikatan perkawinan sah,10 atau sebagai akibat hukum dari perkawinan sah.
b.Anak yang lahir di luar ikatan perkawinan yang sah, hanya punya hubungan hukum keperdataan pada ibunya dan keluarga ibunya.
c.Suami bisa mengingkari sah tidaknyaanak yang dilahirkan oleh istrinya, bila ia bisa membuktikan istrinya berzina dan anak itu lahir dari hasil perzinaan.
d.Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak atas permintaan pihak yang berkepentingan.
6.Status Waris Anak Perkawinan Campuran
Indonesia dalam sistem kewarisannya bersifat plural. Ada tiga sistem waris yang berlaku di Indenesia yaitu hukum waris adat yang beraneka ragam sistemnya, waris yang diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata dan hukum waris Islam. Terkait status waris anak hasil perkawinan campuran, tidak ada aturan yang mengatur secara tersendiri, sehingga berpotensi munculnya persoalan-persoalan. Namun karena belum ada peraturan khusus terkait dengan perkawinan campuran, maka masih harus tunduk pada ketentuan aturan dan perundang-undangan tentang waris, bisa mengacu pada hukum adat, KUH Perdata ataupun pada hukum Islam.