Aku pelan-pelan mendekatinya dan berusaha  membunuhnya di saat itulah ia langsung menahan tanganku. Dengan ilmu bela diri yang ia pelajari dengan mudahnya ia menangkis seranganku. Dengan segera ia mengambil pistol di lacinya dan menodongkannya kepadaku.
" Oh Sutan temanku. Rupanya kau yang akan mencoba membunuhku. Hahaha." Katanya sambil tertawa " Ayolah kita duduk dulu sebentar Sutan." Sambungnya
" Kau Whillem. Kau sudah berkhianat. Kau berpura-pura baik di hadapan anak-anak pribumi. Dasar licik kau!" umpatku
" Mengapa begitu? Aku ini seorang Belanda yang tidak mungkin berkhianat pada bangsaku sendiri. Hahaha!" katanya sembari mengepulkan asap cerutu yang keluar dari mulutnya.
" Munafik kau!" kataku
" Kalau begitu apa yang akan kau lakukan Sutan?" tanyanya
" Aku akan menggerakkan semua rakyat pribumi untuk melakukan perlawanan terhadap kalian!" kataku
" Silakan saja kalau kau bisa, hahaha!" jawabnya sambil tertawa
       Lalu ia bangkit dan menodongkan pistol miliknya lagi  kepadaku. Dengan segera aku juga mengacungkan pisau yang kupegang ke arah lehernya. Kami sama-sama menodongkan senjata kami satu sama lain. Tak ada pembicaraan di antara kami berdua yang ada hanyalah tatapan yang saling menyimpan dendam satu sama lain.
       Setelah beberapa lama terdengar suara orang berlari ke arah kami. Dengan segera aku pergi dari sana dengan melewati jendela Whillem. Saat itu tidak langsung menembakku  tetapi ia memberikan kesempatan bagiku untuk pergi dari rumahnya. Dan aku segera berlari dari rumah itu dengan Whillem yang menatapku dari jendela kamarnya.
       Satu pukulan keras bagi kita selaku tuan rumah yang dijajah oleh tamu yang tak diundang ini. Kami harus bisa membalikkan keadaan. Dengan tujuan keadaan yang baik itu memihak kepada kami. Jangan sampai perjuangan berakhir hanya sampai di sini saja. Masih banyak waktu untuk memperjuangkan bangsa kita. Selama darah masih mengalir di dalam nadi kita selama itu pula wajib bagi kita membela bangsa dan tanah air tercinta.