Mohon tunggu...
Andri Lesmana
Andri Lesmana Mohon Tunggu... Lainnya - Maju atau tidak sama sekali

Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Darah dan Keringat

21 Februari 2021   17:54 Diperbarui: 24 Februari 2021   07:48 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

          Sungguh aku beruntung sekali bisa hidup sebagai salah satu anak yang punya banyak teman yang mendukungku. Di saat aku tidak percaya kepada diriku sendiri, ingatlah pasti selalu ada orang yang mendukungmu dari belakang.

          Tepat satu hari sebelum pemungutan pajak aku dimasukkan ke pesantren diantar oleh kedua orang tuaku. Berat rasanya meninggalkan kampung halamanku. Terlebih lagi harus jauh dari orang tua dan teman-teman di desa. Ini memang bukan keinginanku tapi aku harus melakukan ini demi hidup yang lebih baik.

          Memang pesantren di masa ini adalah tempat yang paling aman bagi siapa saja yang ada di dalamnya.  Para tentara kolonial itu tidak akan berani ketika membelot masuk ke area pesantren. Jika hal itu dilakukan maka rakyat akan memberontak apa pun risikonya. Bukan hanya aman tapi juga orang-orang yang ada di dalamnya dibekali dengan ilmu-ilmu yang berguna bagi siapa saja yang mengamalkannya.

" Kamu baik-baik di sini ya cah bagus." Kata ibu sembari mengusap kepalaku

" Jaga kepercayaan bapak dan ibumu nak." Kata bapak " Jadilah seseorang yang bisa mengubah suatu keadaan dengan bijak." Sambung bapakku

" Jaga kesehatanmu. Jangan biarkan kamu sakit di sini." Tambah ibuku

" Nggih pak, bu." Jawabku

" kalau begitu bapak dan ibu pergi dulu. Nanti kamu baru boleh keluar dari sini hanya setelah pak Kyai menyuruhmu keluar dari sini. Kau akan tahu sendiri nanti." Kata bapakku

           Mereka berdua pergi setelah mengantarkanku sampai di depan pintu masuk pesantren. Suara langkah kaki orang tuaku terdengar semakin menjauh dari tempatku berdiri.  Kata-kata yang ingin kuucapkan tak bisa diucapkan. Hanya terngiang-ngiang perkataan kedua orang tuaku tadi.

           Setelah beberapa lama aku terdiam di depan pintu masuk. Perlahan kakiku mulai melangkah menuju sisi dalam pesantren. Tempat yang konon katanya bisa mengubah seseorang menjadi disegani oleh siapa saja. Bukan karena orang itu menjadi kuat. Tapi, karena memiliki ilmu dan adab yang dijunjung tinggi sampai tidak bisa digoyahkan oleh apa pun.

           Hari pertama aku berada di sini membuatku sedikit kaku. Tapi untunglah ternyata orang-orang di sini semuanya berbudi pekerti yang luhur tanpa pamrih. Semuanya menyambutku dengan baik. Dan mulailah aku berteman dengan anak-anak seusiaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun