Mohon tunggu...
Andri Lesmana
Andri Lesmana Mohon Tunggu... Lainnya - Maju atau tidak sama sekali

Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Darah dan Keringat

21 Februari 2021   17:54 Diperbarui: 24 Februari 2021   07:48 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

         Segera setelah pekerjaan anak-anak di desa ini sudah selesai. Mereka langsung kembali ke rumah mereka masing-masing dengan badan yang bau dan berkeringat. Dari wajah mereka tidak terlihat ekspresi yang mengeluh sedikit pun. Mereka selalu mengikuti perintah orang tua mereka. Karena mereka sadar jika mereka tidak menuruti perintah orang tua mereka maka mereka hanya akan menyusahkan orang tua.

         Pagi hari tiba dimana hari ini adalah hari penyetoran pajak kepada pemerintah kolonial. Para tentara yang datang dengan membawa bedil yang di letakkan di punggung dan tangan mereka membuat siapa saja takut melihatnya. Dengan seorang pemimpin mereka yang bernama Van Rhims mengumumkan bahwa hari ini setoran pajak dinaikkan menjadi dua kali lipat dari sebelumnya. Sontak para penduduk desa memprotes kebijakan itu secara langsung.

         Seketika para tentara kolonial langsung menodongkan senjata mereka ke arah penduduk. Penduduk langsung ketakutan setengah mati dan mereka terdiam seribu bahasa. Lalu dimulailah penarikan pajak kepada para penduduk. Satu persatu penduduk menyerahkan pajaknya kepada pemerintah kolonial.

          Lalu ada satu keluarga yang tidak bisa membayar pajak yang dua kali lebih banyak itu. Mereka memohon ampun dengan bersimpuh dan menciumi kaki pemimpin mereka. Aku yang melihatnya merasa tertegun saat melihat tuan rumah harus tunduk di bawah tamu yang tak diundang ini. Sebuah rasa muncul dihatiku yang sangat ingin memberontak kepada mereka, namun apa daya aku hanya seorang anak kecil yang masih bau kencur ini.

          Melihat rakyat yang memohon ampun karena tidak bisa membayar pajak bukan menjadi jaminan orang itu akan selamat. Justru mereka akan semakin di atas angin. Karena mereka merasa semakin disegani oleh penduduk pribumi. Van Rhims memerintahkan satu prajurit untuk mendekat. Dia memerintahkan untuk menodongkan senjata ke kepala orang yang bersimpuh itu. Dengan satu perintah prajurit itu menekan pelatuk yang ada di senapannya. Seketika sebuah peluru menembus kepala orang pribumi itu.

          Semua orang ketakutan dan terdengar sebuah suara teriakan. Teriakan itu keluar dari mulut istri orang yang di tembak itu. Bergetar rasanya kakiku mendengar teriakan itu. Sebuah teriakan yang mengisyaratkan kesedihan dan kegelapan batin. Semuanya tertegun melihat kebiadaban penjajah yang mereka saksikan secara langsung.

          Tanpa sepatah kata pun setelah mereka menarik pajak dari para penduduk, mereka langsung pergi untuk memungut pajak di desa lain. Entah berapa kepala yang mereka tembak hari ini. Yang jelas dengan kejadian tadi keamanan warga setiap desa pasti dalam masalah besar.

          Dengan rasa yang masih waswas para penduduk desa Mangun Rejo segera mengurusi jenazah warga yang ditembak itu. Segera setelah selesai mengurusi jenazahnya para penduduk langsung kembali ke rumah masing-masing. Pintu-pintu dan jendela-jendela rumah penduduk ditutup. Semuanya berdiam diri di rumah mereka masing-masing.

          Malam hari tiba suara jangkrik mulai terdengar di sudut-sudut rumah penduduk. Lampu-lampu pelita dinyalakan. Tak ada orang yang keluar dari rumahnya. Masing-masing keluarga hanya sibuk dengan urusan mereka sendiri. Suasana desa menjadi hening seperti tidak ada kehidupan yang masih tersisa di sini.

          Di tengah heningnya malam aku bisa mendengar obrolan yang di bicarakan oleh ibu dan bapakku.

" Bu, bagaimana kalau kita pindahkan saja Sutan ke pesantren?" kata bapakku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun