Wei mengangguk mengerti. "Saya mengerti, Ibu. Tapi saya harus mengikuti hati saya dalam hal ini."
Setelah diskusi panjang yang penuh emosi, kedua orang tua Wei akhirnya setuju untuk mendukung keputusannya. Meskipun sulit bagi mereka untuk menerima perubahan ini, mereka mengerti bahwa kebahagiaan anak mereka adalah hal yang paling penting.
Setelah pertemuan itu, Wei merasa beban besar telah terangkat dari pundaknya. Dia merasa lega bahwa dia akhirnya mengambil langkah untuk mengikuti hatinya. Namun, dia juga tahu bahwa dia harus memberitahukan Na tentang keputusannya.
Saat malam tiba, Wei mengunjungi Na di apartemennya. Mereka duduk di ruang tamu yang nyaman, ditemani oleh cahaya redup lampu.
"Na, saya sudah membuat keputusan," ucap Wei dengan suara tenang, matanya menatap Na dengan penuh rasa.
Na mengangguk, menahan napas. "Apa keputusanmu, Pak Wei?"
Wei mengambil tangan Na di tangannya. "Saya tidak bisa menerima perjodohan itu. Saya menyadari bahwa ada seseorang yang sudah lama saya cintai, dan itu adalah kamu."
Na menatapnya dengan campuran antara kejutan dan kebahagiaan. Air mata mulai menggenang di matanya. "Pak Wei..."
Wei melanjutkan dengan tulus, "Na, saya tahu ini tidak mudah. Tetapi saya tidak ingin kehilanganmu. Saya mencintaimu, Na."
Na meraih tangannya dengan erat. "Pak Wei, saya juga mencintaimu. Saya tidak pernah berhenti berharap bahwa kita bisa bersama."
Mereka saling berpelukan dalam kebahagiaan dan rasa lega. Mereka tahu bahwa jalan ke depan tidak akan mudah, tetapi mereka siap untuk menghadapinya bersama-sama.