Mohon tunggu...
Afroh Fauziah
Afroh Fauziah Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

Pemahaman

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kungkungan Buatan

10 Februari 2021   02:44 Diperbarui: 10 Februari 2021   03:01 2639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Dasar! Itu pertanyaan retoris, mudah saja untuk melewatinya, kan?" ujarku yang sebenernya termasuk kalimat retoris juga. Hehe biarlah, aku saja yang boleh, mereka jangan.

"Tidak," singkat Ida. "Ica, lihatlah betapa lebarnya sungai ini, kalau kita jatuh di tengah aliran itu bagaimana? Nyawaku mahal tau." sewot Ida. Oh rupanya bukan kalimat retoris ya yang tadi kuajukan.

"Masih mahalan hobiku." jawaban dari Aca. Ica kembali menyahut "Memang apa hobimu?"

"Mengembat makanan yang sering kau bopong ke tempat kita belajar, nak." Sebelum terjadi perang teman yang akan lama selesainya, Aca langsung mencuri start melewati aliran sungai yang enggan untuk berhenti itu. Dan aku melihatnya bagaimana selama ini otak Aca selalu beroperasi melebihi kapasitas otakku ataupun Ida. Dengan naluri dan kecerdasan yang dimiliki, dia menjejakkan ujung kakinya pada bebatuan yang bersemayam dalam sungai itu. Seperti jalan diatas tanah rata, dia begitu lancar menjalankan aksinya. Melompat dan terus melompat hingga ke batu terakhir dan sampailah pada rumput yang kembali ia pijak, sungguh tanpa hambatan. Hey, bahkan aku tak tau kalau Aca bisa melompat segesit itu. Kerasukan apa dia? Oke itu ngawur. Tapi memang benar hal itu harus kutanyakan padanya. Bahkan Ida yang telah siap dengan umpatannya malah terdiam, tergantikan kalimat lain yang keluar.

"Sihir apa yang kau lakukan Aca?! Kau bukan melompat, tapi terbang!" teriak Ida. Loh? Mata dia sejeli itu? Kalau diperhatikan memang Aca sedikit melambung di udara tadi.

"Aca, kamu sehat?" ucapku spontan tanpa berkedip.

"Apa yang kalian bicarakan? Aku hanya berjalan diatas batu, apa yang begitu mengagetkan?" jawab dan bingung Aca. "Sudahlah ketimbang hanya menyaksikan aliran sungai itu, kalian lekas kemari!" lanjutnya diseberang tepi sana.

"Ayo, Da!" ajakku, "tunggu apalagi," sambil mulai melangkah.

"Ica! Lihat! Aliran airnya semakin deras," sambil menunjuk air terjun disebelah kanan kami.

"Ya kalau begitu kita mesti segera melewati sungai ini, bukan?" tuturku.

"Aku...takut," cicit Ida.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun