Mohon tunggu...
Afroh Fauziah
Afroh Fauziah Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

Pemahaman

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kungkungan Buatan

10 Februari 2021   02:44 Diperbarui: 10 Februari 2021   03:01 2639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

VIII. Lara

Hari itu, alampun ikut bersaksi bagaimana kesedihan membantai kami semua. Semua orang terluka, ada yang terluka karena kebohongan, karena penghianatan, ada pula yang karena kehilangan. Langit menjadi saksi bisu seperti memahami langsung berganti menjadi kegelapan. Bukan malam indah seperti sebelumnya, yang ada hanya gelap. Bahkan awan-awanpun ikut menyeruakkan suaranya dengan lelehan air yang menghujam apapun dibawahnya. Semua berduka. Kalimat itu yang tepat untuk mendeskripsikan keadaan. Tak ada yang menginginkan ini terjadi. Tak ada yang menginginkan kawan seperjuangannya gugur ditengah jalan. Tak ada yang mengharapkan malam sunyi diisi tangisan. Tak ada yang dapat berpikir jernih apa yang mesti dilakukan, setidaknya dalam jangka waktu dekat.

Jam berikutnya, paman Arnold selaku pemimpin memecah senyap yang lama menghantui. "Setidaknya, kita dapat membuat peristirahatan terakhirnya dengan baik," usapnya pada pundakku.

"Ya, benar sayang," Ibu menyetujui. Hanya anggukan yang dapat kuberikan saat itu, tenggorokanku sangat kering walau hujan mengguyur.

"Tapi, tuan, sekarang masih hujan, tanahnya.." Ida mampu menimpali.

"Hujannya tak lebat, setidaknya takkan membuat tergenang walau di dalam tanah," lelaki yang biasa dipanggil Rey itu menanggapi. "Hm baiklah."

Prosesi pemakamanpun berlangsung, mulutku masih saja terkunci sampai acara itu selesai. Aca akan senang karena banyak orang yang mengurus dan peduli padanya demi kenyamanan persinggahan terakhirnya. Untungnya hujan berhenti seperti lagi-lagi mengerti keadaan kami, penerang bulan pun menampakkan dirinya seperti ingin ikut menyaksikan. Ranting- ranting kayu yang telah diamankan pun dapat dibuat kayu bakar.

Semua orang kembali ke tempatnya masing-masing, mencari kehangatan, Ibu dan Mama Idapun ku sarankan membantu yang lain membuat kayu bakar, mencari makanan atau persediaan lainnya. Tersisalah aku dan Ida didepan gundukan tanah yang baru selesai diurus itu. Tinggal kami berdua, hanya kami berdua. Tak ada lagi si otak cerdas, tak ada lagi si realistis, tak ada lagi si dramatis, tak ada lagi yang melompat-lompat dan melayang, tak ada lagi sosok itu, tak ada.

Ida menemukan batu disekitar yang berbentuk unik, hampir menyerupai bentuk hati, maka ditarulah batu itu diatas rumah terakhir Aca, sekaligus sebagai pertanda. Aku yang melihat bunga didekat kaki pun berinisiatif mencabutnya dan menaburnya di gundukan itu. Dua pasang mata yang awalnya hanya menatap pada timbunan tanah berganti arah sampai pandangan itu menyatu. Bola mata kami saling menatap, bisu, hampa, lalu giringan tangan yang membawa kami pada pelukan. Pelukan sahabat yang seharusnya dilakukan oleh 3 orang, tapi sekarang hanya berdua. Kata apa lagi yang dapat menggambarkan suasana diantara kedua gadis itu?

"Sinta, maafkan kami. Saya selaku perwakilan dari yang lainnya meminta maaf karena tak mempercayai Ayahmu, bahkan kami meremehkan dan menertawainya. Kami tak pernah menyangka bahwa dia bermaksud menolong kita semua. Sungguh, maafkan kenaifan kami semua. Mungkin memang ingatan kami belum pulih, tapi semua yang telah kami saksikan membuat kami percaya dan yakin terhadap kebenaran yang masih harus digali." ucap salah satu orang yang datang bersama paman Arnold.

"Ya. Bahkan awalnya kami tak mempercayai ketika tuan Arnold mengajak kami pergi, tapi pikiran kami berubah ketika ia membuktikan bahwa kita bisa menyelam di air tanpa kesulitan. Mungkin kekuatan kami belum bisa menguar sampai seperti yang gadis-gadis dan kau lakukan, tapi kami akan tetap berusaha. Kami hanya bisa membuat benda ini sebagai kendaraan sekaligus senjata apa adanya. Tolong maafkan kami." timpal yang lainnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun