Mohon tunggu...
Afroh Fauziah
Afroh Fauziah Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

Pemahaman

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kungkungan Buatan

10 Februari 2021   02:44 Diperbarui: 10 Februari 2021   03:01 2639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ida kembali berpikir, "Terus kenapa ayahmu meninggalkan ramuan ini disini?"

"Kau ini, berpikirlah dengan cepat, Ayah mungkin ingin agar siapapun yang menemukannya, oh tidak mungkin maksudnya diantara aku atau Ibuku menemukannya, kita bisa ikut menjelajah seperti yang beliau lakukan!" pekikku girang membayangkan betapa hebatnya ayah telah memikirkan rencananya dengan matang.

Awalnya Ida ragu, tapi demi melawan rasa penasarannya, ia akhirnya setuju ikut denganku melihat dunia luar. Saat jam sekolah berakhir, aku dan Ida memutuskan untuk menemui Aca dan menawari, lebih tepatnya mengajaknya ikut menjelajah tempat yang belum terjamah orang penduduk di pemukiman ini, selain Ayah tentunya.

Tapi jawaban mengecewakan harus kudapatkan dari Aca. Ia menolak mentah-mentah tawaran yang kulakukan, padahal sudah kujelaskan mengenai ramuan yang Ayah miliki, tapi ia tetap bersikeras dengan perkataannya, "Cukup! Pikiran kalian yang sembrono itu masih diriku maklumi. Tapi oh tidak kawan, untuk hal senekat itu? Tidak! Tidak! Terlintas dalam sel otakku saja tidak, ini kalian justru mengajakku melakukan hal yang akan membahayakan nyawa kita sendiri? Sadarlah kalian, kita disini sudah beruntung karena masih bisa bertahan hidup dari ganasnya dunia!" ucapnya tertahan takut orang lain mendengar.

"Aca, otakmu itu sudah benar-benar teracuni oleh perkataan leluhur turun temurun itu. Tapi kita tak perlu sama dengan mereka, kan? Kita bisa saja membuktikan bahwa ada kebenaran lain yang tidak kita ketahui? Bagaimana kalau ternyata banyak pula orang yang selamat dari malapetaka itu? Bagaimana ka-" ucapku terpotong.

"Tidak! Baiklah, Ica, aku sudah mendengar bagaimana dulu Ayahmu melawan peraturan disini dengan menyeberangi lautan, tapi liat sampai sekarang, apa dia kembali?" panasnya keadaan karena perkataan menohok itu.

"Justru itu kita mencari tau bagaimana keadaan Ayah Ica, bisa jadi beliau tetap hidup dan sedang mencari cara kembali atau mengirim bantuan lainnya," Ida menengahi.

"Lalu bagaimana dengan kita? Kalaupun ayahnya Ica masih hidup itu karena ia orang dewasa. Anak berusia kurang lebih 12 tahun seperti kita bisa apa?" gertak Aca.

"Aca cukup! Kalau kau tak ingin bergabung dengan kita yasudah baiklah. Tapi bukan berarti kamu mesti menggoyahkan niat kami ini, kan? Kalau tak mau ikut tak apa, aku hanya terbiasa kita bertiga, jadi mana mungkin aku tak mengajakmu. Itu saja." ujarku seraya pergi yang kemudian diikuti Ida. Aca hanya bisa menatap hampa kepergian kami. Karena jauh dilubuk hatinya aku tau, Aca pun tak ingin ditinggalkan di pemukiman ini, akupun tau Aca ingin bebas, bebas dari pelajaran memanjat yang tak disukainya, bebas dari bosannya makanan yang mesti dipanjat dulu baru bisa makan, bebas untuk dirinya sendiri dari hidup yang tergantung hanya melalui hutan yang entah kapan saja bisa habis isinya, terlebih hidupnya justru lebih runyam karena sejak kecil hanya tinggal bersama bibinya.

Sesampainya dirumah, aku sudah tahu mesti melakukan apa pada Ibu, meminta izin padanya, mungkin hal itu juga yang dilakukan Ida pada orang tuanya. Ini memang bukan hal mudah, gadis yang baru berusia 12 tahun sudah memikirkan hal besar yang bisa membahayakan dirinya sendiri. Disaat anak lain sibuk bermain diusianya, Ica justru mempunyai jiwa pembangkang dan petualangan seperti Ayahnya.

Ibu yang begitu menyayangi anaknya sudah pasti akan menghindari anaknya dari berbagai macam malapetaka. Tapi bagaimanapun tekad Ica sudah bulat untuk mengikuti jejak sang Ayah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun