Mohon tunggu...
yeni purnama
yeni purnama Mohon Tunggu... -

apa nich

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Penjual Jamu Gendong Terakhir

18 April 2011   09:25 Diperbarui: 4 April 2017   16:21 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

“Dell…!” Irfan berdiri dan memanggil Edellia yang berjalan menjauhinya. Tapi seperti kemarin, Edellia tidak menoleh sedikitpun ke belakang. Kali ini air mata sudah tidak tertahankan lagi, mengalir deras seperti air terjun.

Edellia mempercepat langkahnya. Dalam hati dia berharap orang yang disayanginya itu memanggil namanya, mengejarnya dan menarik lengannya kemudian mengajaknya untuk kembali. Tapi harapan itu tidak terjadi.

Tidak ada panggilan, tidak ada derap langkah yang mengejar, tidak ada yang mengajaknya kembali. Dan semuanya kini sudah tidak bisa kembali.

***

Lima bulan telah berlalu. Musim penghujan mulai mendatangi kota kecil yang sejuk bernama Boyolali itu. Desa-desa di pinggiran kota tetap demikian adanya meski sudah menjelang tahun 2018. Memang masih jauh kalau harus mengejar Negara-negara yang lebih maju seperti China atau Jepang. Tapi gejolak kemajuan di tahun itu sudah mulai tampak.

Edellia tetap mejadi tumpuan terakhir bagi keberlangsungan minuman tradisional bernama Jamu gendong. Meskipun jamu bikinannya sudah sejak lama disaingin oleh produk jamu keluaran pabrik, Edellia tetap tidak berhenti berjuang.

Seperti hari-hari kemarin, Edellia tetap berkeliling atau duduk di pangkalannya di Pasar Boyolali. Hari itu juga Edellia tetap berbincang dengan teman akrabnya, Kakek tua yang tidak pernah dia ketahui namanya, dan tidak pernah ingin diketahui namanya. Yang dia tahu Kakek itu adalah kakek dari mantan kekasihnya, Irfan. Meskipun bisa dibilang mantan, sebenarnya tidak pernah ada pernyataan resmi dari mereka berdua. Dan Edellia sudah bisa menerima itu.

“Yank… ada tukang jamu tuch.” Seorang gadis cantik yang rambutnya dicat pirang berkata pada kekasihnya yang sedang menyetir di sebelahnya. Beberapa ratus meter dari mereka Edell dan kakek tua sedang berbincang.

“Jamu?? Ih… ngapain kamu minum gituan?” Irfan yang ada di jok sebelah langsung teringat pada gadis manis berkebaya hijau. Hatinya mendadak perih.

“Emang kenapa? Kebetulan aku lagi datang bulan nich… perut aku sakit.. beli yah.. berenti sebentar dech.”

“Aduh Yank.. besok aja deh…”

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun