Kupelototi wajahnya menyeringai nakal terhadapku, dan semua orang justru senang kegirangan mendengar kibulan Adam. Dasar bocah ini, lihat saja nanti. Akan kubalas!
"Kalau begitu bagus dong!" ujar om Angga, "Keynan, bagaimana kalau kita percepat saja pernikahannya!" usulnya. Semua terdiam. Terlebih aku, yang hanya mematung dengan mata membesar,
"Ide bagus, kita akan segera menjadi keluarga besar!" sahut papa dengan girang, "ya, ya, itu benar!" ku dengar beberapa orang menyetujui.
"Tunggu pa, menikah?" seruku memotong kegembiraan mereka, "tapi Key kan masih kuliah, dan Adam juga masih sekolah. Bagaimana kami bisa menikah?" protesku yang kemudian menatap Adam seolah meminta persetujuannya dengan pendapatku. Tapi dia malah diam santai sekali seolah tak masalah dengan hal itu.
 ••••
Aku menyudutkan diri dari keramaian setelah penat dengan pesta pertunangan ini, untungnya kami hanya bertunangan. Bagaimana kalau benar langsung dinikahkan! Bisa hancur aku.
"Disini rupanya, dari tadi gue cariin juga!" ia tiba-tiba saja sudah muncul di hadapanku. Mengantongi salah satu tangannya disaku celana. Ku buang mukaku kesamping.
"Ngapain lu cari gue?"
"Hei, buang sedikit jutek lu, kita kan baru aja tuker cincin. Nggak enak tahu dilihat para relasi orangtua kita!"
Ku hembuskan nafasku secara kasar dan menolehnya, mengendurkan otot-ototku yang selalu tegang setiap kali bersamanya, "ini demi papa, jadi lu jangan seneng dulu. Belum tentu nanti kita bakal nikah!" ketusku.
"Siapa bilang, gue udah terlanjur bilang ke papa dan mama, juga ke om Keynan, kalau kita udah setuju pernikahannya dilaksanakan tahun depan!"