"Harusnya lu itu nggak usah sok nolak dijodohin sama gue kalau akhirnya lu yang napsu duluan!"
"Hah, napsu? Sama lu gitu?" kuhela nafas perlahan dulu, "helloooo, ngaca!" cibirku mendorong tubuhnya. Tapi ia malah kian merapatkan tubuhnya ke arahku, ku sampingkan wajahku ke kanan. Mulutnya tepat di sisi telingaku,
"Lu tuh nggak usah muna, bilang aja kalau sebenarnya lu tuh suka sama gue!" bisiknya.
Kupicingkan mataku, ke-PD-an banget nih bocah!
"Selera gue itu bukan ABG macam lu!"
Ia menjauhkan dirinya, menatap wajahku seolah mengamati sesuatu. Lalu ia mengembangkan senyum nakal di hibirnya yang seksi itu, "ouh..., jadi selera lu tuh lebih ke om-om. PAN...tes...,"
"Enak ajah, minggir! Gue mau pulang!"
"Sayangnya..., gue nggak bisa ngebiarin lu pulang sekarang!"
"Lu mau pergi atau gue teriak?" ancamku. Ia menjinjing satu alisnya, "teriak ajah, tapi mengingat insiden kemarin..., gue rasa..., seluruh kampus ini nggak bakal percaya kalau gue mau macem-macemin lu. Secara, kan lu yang nyium gue duluan!" ia mengingatkan. Mataku sedikit melebar, tapi itu benar. Lagipula, hampir seluruh cewe di kampusku kan ngefans sama dia, pasti bakal lebih belain dia. Sial!
Kutatap wajah yang tersenyum dengan seringai nakal dan penuh kemenangan itu, "terus lu mau apa?" tanyaku ketus.
"Ya minta pertanggungjawaban lu lah!"