Aduh...," seruku seketika karena tersandung kaki kursi. Karena terburu-buru aku jadi tidak memperhatikan langkahku, aku tak bisa mencari keseimbangan tubuhku. Tetap saja meluncur ke depan, tapi aku tak mau terjatuh, jadi kuraihkan tanganku ke meja yang kursinya menjagalku, tapi aku malah menarik sesuatu yang ikut tumbang bersamaku. Seketika semua hening.
Saat kesadaran mulai menarik otakku kembali ke dunia, aku baru mengetahui bahwa tubuhku mendarat tengkurap diatas tubuh seseorang, bibir kami menyatu. Suara klik dan light membuatku terjaga, aku segera menyingkir darinya, celingukan ke sekeliling yang ternyata ada beberapa orang yang mengambil gambar kami. Orang itu ikut bangkit, mengibaskan bajunya dengan tangan, rasa malu memenuhi setiap inchi wajahku. Aku tak berani menatap pria yang baru saja kutindih, dan aku tahu dia sedang menatapku tajam.
"Maaf, sungguh aku tidak sengaja. Aku minta maaf!" lalu langsung kuambil langkah seribu kabur dari restoran itu.
 ••
"Hei, gila lu ya!" suara Dila melonjakkan tubuhku, tak ada angin tak ada hujan bocah itu selalu berisik dengan suara cemprengnya. Ia menghempaskan buku ke meja dan juga bokongnya ke kursi, "nggak tanggung-tanggung!" celotehnya. Ku kerutkan dahi menatapnya.
"Hei-hei, lu apa-apaan sih. Dateng-dateng langsung bleduk, belum diservis dulu ya?" makiku,
"Lu beneran, punya hubungan sama Adam?"
"Adam? Adam siapa?"
"Siapa lagi, ya Adam Dewangga. Coverboy yang super guanteng dan kece itu...," serunya dengan ekspresi alaynya.
"Lu ngaco ya, mana mungkin gua bisa berhubungan sama...siapa, coberboy...yang sok ganteng itu!" kesalku mendesahkan nafas kasar.
"Aduh lu gimana sih, nih..., "Dila memungut hpnya dari dalam tas, menekan sesuatu lalu menyodorkan layar hpnya padaku. Mataku melebar seketika melihat foto yang terposting di medsos yang tengah ramai beredar rupanya. Foto itu adalah adegan dimana saat aku menindih tubuh seseorang di restoran. Aku tak memperhatikan wajah orang itu yang ternyata adalah Adam. Mulutku hanya bisa menganga lebar tanpa suara, rasanya aku mau pingsan.
"Key, itu beneran ya?"
Aku tak menyahut pertanyaan Dila. Lagi-lagi aku memilih untuk melarikan diri.
 •••
Kurasakan ada seseorang yang menarik tubuhku saat aku hendak membuka pintu mobilku, tubuhku dengan kasar tersender di badan mobilku sendiri. Sesosok wajah muncul begitu dekat dengan wajahku, membuat mataku harus melebar membuat bola mataku kian membulat.
"Hai!" sapanya dengan senyum sinis, ia masih mengenakan seragam SMUnya.
Sebenarnya aku gugup, tapi aku mencoba untuk mengontrolnya.
"Lu mau ap?"
CUP!
Pertanyaanku terpotong karena ia menutup mulutku dengan mulutnya, menekannya dalam dan keras membuatku harus menahan nafas. Hanya beberapa detik, entah apakah hal itu dilihat oleh para mata yang memergoki atau tidak!
"Dasar brengsek, lu...," kuacungkan jariku padanya dan mengumpat, tapi dia memotongnya dengan menangkup jariku dengan tangannya, "itu adalah balasan apa yang lu lakuin tempo hari!"
"Apa?"
"Harusnya lu itu nggak usah sok nolak dijodohin sama gue kalau akhirnya lu yang napsu duluan!"
"Hah, napsu? Sama lu gitu?" kuhela nafas perlahan dulu, "helloooo, ngaca!" cibirku mendorong tubuhnya. Tapi ia malah kian merapatkan tubuhnya ke arahku, ku sampingkan wajahku ke kanan. Mulutnya tepat di sisi telingaku,
"Lu tuh nggak usah muna, bilang aja kalau sebenarnya lu tuh suka sama gue!" bisiknya.
Kupicingkan mataku, ke-PD-an banget nih bocah!
"Selera gue itu bukan ABG macam lu!"
Ia menjauhkan dirinya, menatap wajahku seolah mengamati sesuatu. Lalu ia mengembangkan senyum nakal di hibirnya yang seksi itu, "ouh..., jadi selera lu tuh lebih ke om-om. PAN...tes...,"
"Enak ajah, minggir! Gue mau pulang!"
"Sayangnya..., gue nggak bisa ngebiarin lu pulang sekarang!"
"Lu mau pergi atau gue teriak?" ancamku. Ia menjinjing satu alisnya, "teriak ajah, tapi mengingat insiden kemarin..., gue rasa..., seluruh kampus ini nggak bakal percaya kalau gue mau macem-macemin lu. Secara, kan lu yang nyium gue duluan!" ia mengingatkan. Mataku sedikit melebar, tapi itu benar. Lagipula, hampir seluruh cewe di kampusku kan ngefans sama dia, pasti bakal lebih belain dia. Sial!
Kutatap wajah yang tersenyum dengan seringai nakal dan penuh kemenangan itu, "terus lu mau apa?" tanyaku ketus.
"Ya minta pertanggungjawaban lu lah!"
"Per-TANGGUNGJAWAB-an gue? Lu...,"
"Udah, ikut aja yuk!" ia langsung saja menarik tanganku, tapi sekuat tenaga aku menahan diri, "nggak mau!" tolakku. Ia langsung menudingku dengan telunjuknya,
"Lu mau ikut gue atau gue cium lagi nih!" ancamnya. Aku melotot seketika dan menutup mulutku dengan telapak tangan seraya menggeleng, ia tersenyum lagi. Dan senyum itu lagi! Terpaksa aku pun ikut dengannya,tapi..., nah, kok naik motor! Entar rambutku jadi berantakan deh!
"Jam segini itu biasanya macet, kalau naik mobil lu...sore baru bisa nyampe. Udah, lu nggak usah cerewet, naik ajah!" galaknya.
Adam menepikan motornya di basement parkir sebuah area perhotelan yang cukup ku kenal, milik papaku. Ada urusan apa ia bawa aku kesini? Jadi curiga. Kami memasuki sebuah ruangan yang ternyata sudah berkumpul keluarga kami. Tubuhku sempat membatu menatap mereka yang tersenyum girang dengan kehadiran kami. Di sana, ada papa, kak Keyga, tante Fahira, om Angga dan Aline, mereka mengitari meja persegipanjang yang cukup besar dengan hidangan lengkap tersaji memenuhi meja.
"Maaf, kami sedikit terlambat!" ucap Adam. Ih, nih bocah sok sopan sekali! Kami pun duduk di dua kursi berdampingan yang kosong, yang sepertinya sengaja disisakan untuk kami berdua.
"Key, maaf ya. Kami tidak memberitahumu dulu, biar sedikit surprise!" ucap tante Fahira,
"E, nggak apa-apa tante. Tapi emang sih, tadi Key sempet curiga diculik sama Adam!"
"Kamu nakal ya Key, diam-diam kamu sama Adam sudah pacaran!" celetuk papa, mataku melotot dengan ocehan papa. Pacaran!
"Ih, papa apaan sih. Key sama Adam...,"
"Kita udah sebulan pacaran kok om, Key ajah yang malu terus terang!" potong Adam. Mataku tambah melebar dengan ungkapan bohong bocah itu. Sebulan pacaran, nenekmu!
Kupelototi wajahnya menyeringai nakal terhadapku, dan semua orang justru senang kegirangan mendengar kibulan Adam. Dasar bocah ini, lihat saja nanti. Akan kubalas!
"Kalau begitu bagus dong!" ujar om Angga, "Keynan, bagaimana kalau kita percepat saja pernikahannya!" usulnya. Semua terdiam. Terlebih aku, yang hanya mematung dengan mata membesar,
"Ide bagus, kita akan segera menjadi keluarga besar!" sahut papa dengan girang, "ya, ya, itu benar!" ku dengar beberapa orang menyetujui.
"Tunggu pa, menikah?" seruku memotong kegembiraan mereka, "tapi Key kan masih kuliah, dan Adam juga masih sekolah. Bagaimana kami bisa menikah?" protesku yang kemudian menatap Adam seolah meminta persetujuannya dengan pendapatku. Tapi dia malah diam santai sekali seolah tak masalah dengan hal itu.
 ••••
Aku menyudutkan diri dari keramaian setelah penat dengan pesta pertunangan ini, untungnya kami hanya bertunangan. Bagaimana kalau benar langsung dinikahkan! Bisa hancur aku.
"Disini rupanya, dari tadi gue cariin juga!" ia tiba-tiba saja sudah muncul di hadapanku. Mengantongi salah satu tangannya disaku celana. Ku buang mukaku kesamping.
"Ngapain lu cari gue?"
"Hei, buang sedikit jutek lu, kita kan baru aja tuker cincin. Nggak enak tahu dilihat para relasi orangtua kita!"
Ku hembuskan nafasku secara kasar dan menolehnya, mengendurkan otot-ototku yang selalu tegang setiap kali bersamanya, "ini demi papa, jadi lu jangan seneng dulu. Belum tentu nanti kita bakal nikah!" ketusku.
"Siapa bilang, gue udah terlanjur bilang ke papa dan mama, juga ke om Keynan, kalau kita udah setuju pernikahannya dilaksanakan tahun depan!"
"Apa!"
Hanya itu yang terlontar dari mulutku saking terkejutnya, "kan disaat itu gue udah lulus, dan lu paling tinggal nyelesiin skripsi, jadi nggak ada masalah kan?"
"Lu," tunjukku tepat di hidungnya, "sengaja mau menjerat gue? Denger ya, mr. Coverboy..., itu nggak akan berhasil. Dan kalaupun akhirnya kita nikah..., jangan harap lu bisa macam-macam sama gue!"
"Ha...aaa...haa...aaa," Adam malah tertawa, "Key-Key..., namanya istri itu...harus nurut sama suami. Tapi..., its ok. Kita lihat aja nanti, gue bakal bikin lu merengek-rengek, sengsara karena menginginkan gue!"
"Hahh..., oup!" seketika tubuhku kian tersender di tembok, kepalaku tak bisa berkutik karena kedua tangan Adam menangkup kedua sisi kepalaku, dan mulutnya kembali mendarat di atas mulutku. Tepatnya kali ini melumat. Aku hanya bisa melotot terkejut.
Adam menyeka sudut bibirku yang basah oleh ludahnya setelah menyelesaikan aksinya, ia tersenyum manis, "kita belum sempet ciuman habis tukar cincin tadi!" katanya lalu menyingkir meninggalkanku. Aku masih diam. Sesuatu seperti tengah beterbangan di sekitar perut dan dadaku, tapi aku segera sadar. Saat itu aku sudah kembali sendirian. Masih bisa kulihat punggung Adam melenyap dibalik tembok, ku acungkan jariku ke arahnya, membuka mulutku tapi aku tak tahu harus mengumpat apa! Jadi ku hentakkan saja tanganku ke bawah lagi.
 •••••
Kutatap posturnya yang tengah berpose dengan partnertnya. Sebenarnya malas sekali menemaninya pemotretan, memangnya aku ini asistennya apa? Mana tuh cewe genit sekali, nempel-nempel Adam terus!
Eh, tapi eh..., kenapa aku jadi peduli. Adam mau nempel sama siapa, itu urusan dia. Aku juga bisa nempel-nempel sama cowo keren! Rommy misalkan, atau...si Virga.
Segera ku kibaskan kepalaku karena aku jadi melayar kemana-mana. Tanpa sadar, sesi pemotretan sudah usai, Adam mengibaskan tangannya ke depan wajahku. Segera saja ku tampik saat aku terkejut.
"Kenapa jutek, nggak suka gue berpose mesra sama Vidia. Ya udah, lu aja yang jadi model cewenya. Nggak kalah seksi kok!" godanya.
"Gue capek, mau pulang!" Â kataku melangkah. Tapi Adam segera meraih lenganku yang tak berlemak nan mungil, "kita kan mau dinner dulu!"
"Lu dinner ajah sama Vidia, gue banyak tugas kuliah!" seruku menghentakan tangannya dari lenganku dan langsung ku barlari keluar dengan kesal. Entah mengapa aku tidak suka sekali Adam terlihat mesra dengan model yang namanya Vidia itu, yang sepertinya suka sama Adam!
Ku obok-obok tasku sesampainya di mobil, "aduh..., dimana sih?" kesalku,
CRINGGG!
"Mencari ini nona!"
Ku toleh arah suara itu, Adam sudah berdiri tak jauh dariku dengan kunci mobilku di tangannya. Oh iya, kan kunci mobilku memang Adam yang bawa. Karena tadi waktu berangkat aku menolak naik motornya, jadi dia yang setirin mobilku! Ia berjalan mendekat, wajahku sudah memerah karena malu.
"Yuk!" katanya,
"Gue mau pulang sendiri aja!"
"Mana bisa, gue udah terlanjur pesen tempat loh di resto,"
"Derita lu!"
"Key, lembutan dikit sama calon suami kenapa sih? Pernikahan kita udah deket loh!" katanya mengingkatkan seraya membukakan pintu mobil untukku,
"Nggak bisa, karena gue benci sama lu." sahutku memasuki mobil, akhirnya kamipun makan malam juga. Adam memang menyiapkan dinner romantis untuk kami. Sesungguhnya aku sedikit terkesan, apalagi Adam selalu mencoba bersikap manis dengan semakin dekatnya tanggal pernikahan kami.
 ••••••
"Ini apa pa?"
"Paket bulan madu untuk kalian nanti, kamu pilih saja sayang. Mau kemana, biar papa yang urus semuanya!"
"Bulan madu pa, nikah aja belum!"
"Ya nggak apa-apa dong sayang, jadi nanti sudah tidak repot!"
"Hm..., nanti dulu deh pa. Biar Key lihat-lihat dulu!"
"Ok sayang, nanti lekas kasih tahu papa ya!"
Papa girang sekali ingin Adam jadi menantunya, usia Adam saja 4 tahun lebih muda dariku. Harusnya papa nyari jodoh yang dikit lebih dewasa kek buatku, ini malah anak ABG! Mentang-mentang tante Marisa dan om Angga dulu teman SMU papa.
 •••••••
Kuhentikan langkah ketika kulihat Adam sedang dikerubuti bagai gula ditengah pasukan semut, semua orang bilang aktingnya di film terbarunya sangat memukau. Ia mampu memainkan seorang pria dengan karakter ganda, karakter utama yang ia mainkan membuatnya semakin digilai saja oleh cewe-cewe alay itu. Tapi menurutku aktingnya itu sangat memuakkan, ku terobos kerumunan yang sedang berselfie ria memperebutkan Adam. Bagaimana kalau Adam memutuskan tidak sekampus denganku?
Kutarik lengan Adam, dan membawanya pergi. Meski sempat mendapatkan protes tapi mereka bisa apa? Semua orang tahu kami bertunangan. Ku bawa Adam ke perpustakaan yang lumayan sepi, beberapa pasang mata memperhatikan.
"Kalau kalian nggak mau kena masalah mending pada minggat!" ancamku. Semua anak yang sedang berada disana langsung kabur, kurasa mereka cukup tahu siapa papaku! Ruangan sudah sepi.
"Lu kalau kangen nggak usah nyari tempat sepi, semua orang juga tahu kita bakal nikah!" ujarnya, ku pelototkan mataku padanya, "siapa juga yang kangen sama lu, nih!" ku tunjukan streaming video salah satu adegan mesranya dengan Kimmy di filmnya itu.
Ekspresinya biasa saja menatap layar hpku dan beralih ke wajahku, "ya, itu emang gue!" sahutnya.
"Gue juga tahu itu lu, maksud gue..., kenapa adegannya beneran kek gitu?" seruku setengah berteriak. Kurasa ia tahu kalau aku benar marah.
"Ya itu tuntutan profesionalitas, namanya juga main film romance. Pasti ada mesra-mesraannya dikit!"
"DIK-kit!" potongku, "kalian tuh belai-belaian, buka-an baju lalu ciuman, lu bilang dikit!"
"Key, cuma sebatas itu kok. Nggak lebih, lagian ini film nasional bukan bokep. Jadi nggak mungkin ada adegan yang melanggar SARA, dan ini profesi gue sebagai aktor!"
"Tapi gue nggak suka!" potongku lantang.
Seketika kami diam. Dan aku segera menyadari perkataanku yang kurasa bisa ia mengerti, "tunggu, lu nggak suka gue mesraan sama cewe lain gitu?" ujarnya.
Aku terkesiap, langsung tergagap, "eh..., eh...," ku balikan tubuhku dan melangkah sedikit. Disaat aku kebingungan mau menjawab apa, terdengar tawanya yang merdu. Menggelegar memenuhi ruangan.
"Jadi..., nona Keynara Andriana Morgan...sedang cemburu!" cibirnya membuatku melotot. Pipiku merona dan panas, untungnya aku memunggunginya, tapi sepertinya ia tetap tahu.
"Ce-ce-cemburu, ya enggaklah!" sanggahku,
"Udahlah Key, akui saja kalau lu itu memang jatuh cinta sama gue!"
Pipiku benar-benar memerah, mungkin melebihi kepiting rebus, "itu nggak mungkin!" sanggahku, "ya, kita akan menikah. Jadi memang sebaiknya lu jaga sik...," kalimatku terputus karena tubuhku diputarnya hingga kami berhadapan. Bertatapan, ia menyeringai nakal seperti biasanya.
"Gue rasa lu bisa membedakan antara masalah pribadi dan pekerjaan, bagaimanapun..., ini kerjaan gue Key. Gue bahkan udah masuk modeling sebelum kita bertemu, dan gue nggak bisa berhenti hanya karena ke-egois-an lu!" Â
Mataku benar-benar melotot oleh ucapannya, "EGOIS?" desisku menggeram, "terserah, anggap aja gue memang egois. Tapi lu tahu, bukan lu yang sering menyaksikan langsung tunangan lu bersama orang lain meski itu untuk profesionalitas kerja!" seruku melepaskan diri darinya dan berhambur pergi dari ruangan. Aku yakin ia tahu mataku sembab saat mengatakan itu, dan saat aku berlari, aku tak bisa membendung buliran bening di pipiku. Mungkin Adam benar, aku memang jatuh cinta padanya. Terlalu jatuh sampai tak mampu bangun lagi.
 ••••••••
Kurasakan seseorang duduk di kasurku, pantulannya yang memberitahuku. Ku toleh dan ternyata itu kak Keyga, "apaan kak?"
"Belakangan gue nggak pernah lihat si Adam jemput lu, kalian berantem?"
Aku diam beberapa detik, masih menelungkup menatap layar macbookku. Ku desahkan nafas, "kapan sih kita nggak berantem!" Â
"Tapi selama ini kalian masih tetap jalan bareng,"
"Kan Adam lagi di Papua buat syuting!" ku bangkitkan diriku, menatap kak Keyga tapi lebih ke menunduk. Menatap kakiku yang bersila, "hari pernikahan kita kan tinggal seminggu lagi, tapi dia malah lebih mentingin filmnya yang belum kelar. Nggak niat kali dia nikahin Key!"
Kurasakan kakakku tersenyum geli, entah apa yang lucu, "Key, Adam bilang ke gue, kalau ini adalah film terakhirnya. Dia cuma mau nuntasi tanggungjawab yang belum selesai aja. Setelah kalian menikah, dia bakal berhenti main film dan juga modeling!"
Ku tegakkan kepalaki seketika, "yang bener kak?" spontanku.
"Itu adalah salah satu bukti kalau dia juga memikirkan perasaan lu, jadi lu nggak perlulah...merasa cemburu sama lawan mainnya. Seseorang yang memiliki profesionalitas tinggi, itu justru bagus!"
Aku tak menyahut, jadi merasa malu dengan sikapku yang terkadang over hanya karena aku lebih tua darinya. Kak Keyga mengelus rambutku lalu meninggalkan kamarku.
Ku sambar hpku, tepat saat sebuah panggilan masuk menggema. Itu Adam. Kok tepat sekali ya? Aku tak tahu harus menerima telpon itu atau tidak? Akhirnya ku letakan hpku yang menggema di kasur. Beberapa kali kulihat ia menelponku dan tak satupun ku angkat. Aku tak tahu harus berbicara apa padanya jika ku angkat teleponnya. Lalu ia mengirimiku pesan WA,
"Hai ratu jutek, jahat nih! Telepon gue di anggurin(emo bersedih)"
Tak ku balas.
"Ceritanya masih marah nih? (emo manyun)" ____"ya udah, gue minta maaf ya. Ini permintaan maaf pertama gue ya? Hi...hi..., jangan marah lagi dong..., jelek tahu (emo evil marah) tapi eh, emang tiap hari lu marah mulu ya sama gue? Jadi kangen nih pingin dimarahin sama lu,"
Aku tertawa lembut membaca pesannya. Sebenarnya aku juga kengan ngomelin Adam. Lalu ku balas saja, Â
"Lu tuh, selalu bikin gue kesel (emo marah) , kapan balik? Ingat, minggu depan kita nikah, jangan jelalatan disana!" (emo mengancam)
Dia membalas,
"Kangen juga ya sama wajah tampan gue? (emo menggoda dengan satu alis terjinjing)
Ternyata asyik juga berbalas pesan WA kalau sedang jauh begini, serasa seperti ABG yang sedang kasmaran. Kamipun berbalas ria pesan WA hingga larut malam. Dan dari hal itu aku tahu, bahwa Adam benar-benar mencintaiku. Hanya aku terus saja mencoba menyembunyikan perasaanku, entah! Aku masih egois untuk mengakui api yang sudah membakar seluruh jiwaku. Meski hanya lewat pesan WA.
 ••••••••
Aku sedang bercanda di dalam kamar bersama Dila dan Erna, besok adalah hari pernikahanku dengan Adam. Kami mengadakan acara di hotel papa, mulai hari ini hingga minggu depan. Memang cukup meriah karena ini pertama kalinya pqpa menikahkan anaknya, kak Keyga sendiri akan sekalian bertunangan lusa. Makanya acara diadakan sampai seminggu full.
Tawa kami berhenti karena pintu diterobos seseorang. Papa dan kak Keyga masuk, mereka memberi ekspresi yang tak mampu kubaca. Papa menghampiriku,
"Key!" desisnya duduk di depanku, memungut tanganku.
"Ada apa pa?"
Papa tidak menjawab, malah merengkuhku ke dalam pelukannya. Mengeratkan pelukannya sambil membelai rambutku, "pa, ada apa?" aku bisa merasakan sesuatu yang tidak beres.
"Jet yang membawa Adam jatuh di laut sulawesi!" desis papa, mataku melotot lebar. Tubuhku membatu, "kami masih belum menemukan Adam!"
Kudorong seketika tubuh papa menjauh dariku, menggeleng pelan, "ini hanya joke kan pa, beberapa jam lalu Key masih Whatsapp-an sama dia!"
Papa menggeleng pelan, "maaf sayang, tapi papa janji, kami akan berusaha membawa Adam pulang dengan selamat!" ucap papa bersungguh-sungguh. Aku benar-benar membatu. Ku lirik kak Keyga yang sudah berdiri tak jauh dari kami, yang menampakan duka yang sama dengan papa.
"Nggak!" bibirku bergetar, "nggak mungkin!" aku menggeleng, "ini pasti bagian dari rencana gilanya!" seruku bangkit berdiri. Kulangkahkan kaki tapi kak Keyga menangkap tubuhku,
"Key, lu mau kemana?"
"Key mau jemput Adam, lepasin kak! Besok kami mau menikah," rontaku. Kak Keyga mempererat dekapannya terhadap tubuhku, "key!" desisnya.
"Lepasin kak,"
"Key, tenangkan diri lu!"
"Dia pikir ini lucu apa, lihat saja, gue bakal bunuh dia!" seruku dengan airmata yang tak mampu lagi kubendung,
"Key, please!"
Rontaku mengendur perlahan, aku tersedu dan akhirnya terisak. Kak Keyga memelukku untuk meredam tangisku, "kak..., Adam kak!"
••••••••••
Satu minggu tanpa Adam.
Aku hanya melamun di dalam kamar.
Satu bulan tanpa Adam.
Aku mulai meracau sendiri. Sering blank. Setiap ada telepon masuk, tanpa kulirik nama yang muncul ketika kuangkat aku langsung mengomel selayaknya tengah mengomeli Adam. Aku tak pernah melepaskan hpku dari diriku, setiap malam ku peluk hp itu, siapa tahu Adam akan menelponku. Atau, mengirimiku pesan WA.
Delapan bulan tanpa Adam.
Aku mulai menjalani rutinitas normal, tapi masih sama. Aku tidak akan melepaskan teleponku sampai terlelap. Meski semua orang bilang Adam sudah meningal. Aku tidak akan percaya.
Sebelum aku sendiri yang membunuhnya karena telah membuatku sengasa seperti ini. Ia membuktikan kata-katanya, bahwa ia akan membuatku sengsara dengan sangat menginginkannya. Ya, sekarang aku sangat mengingingkan Adam. Aku ingin Adam ada disisiku. Aku ingin mendengar suaranya. Aku ingin merasakan pelukannya, aku ingin merasakan ciumannya. Atau, semua kenakalannya!
Aku tetap tak bisa hidup seperti dulu, seperti sebelum Adam muncul dalam hidupku. Aku tak bisa! Karena ia pergi membawa sebagian dari diriku. Aku tak akan bisa menemukan separuh diriku jika tak bisa bertemu dengannya lagi.
Aku sedang membaca pesan WA dari Adam 8 bulan lalu, ketika langkah kaki kak Keyga membuatku mengalihkan perhatian, ia duduk di tepi kasur seperti biasa. Ia melirik layar hpku yang kupangku,
"Lu benar-benar cinta ya sama Adam?" tanyanya. Itu adalah pertanyaan bodoh! Ia tahu bagaimana perasaanku terhadap Adam dan ia masih bertanya?
"Key, lu harus tetap melanjutkan hidup lu. Masa depan lu masih panjang!"
"Kalau kakak ada di posisi Key,____tapi tidak, kakak tidak berada di posisi Key. Kakak nggak akan ngerti!"
"Key,"
"Key benci sama Adam!" potongku, "Key sangat-sangat-sangat benci sama Adam. Saking Key bencinya..., Key nggak bisa hidup tanpa Adam kak...," tangisku pecah, tapi aku belum meraung. Hanya lelehan panas ini mulai membanjir, "kenapa Adam tega lakuin ini? Dia mencuri sebagian dari diri Key, sebagian dari jiwa Key, lalu dia menghilang begitu saja..., seharusnya datang buat nikahi Key kak. Tapi dia pergi..., dia pergi...," dan selanjutnya aku hanya bisa menangis tersedu-sedu dalam pelukan kak Keyga.
Setelah tangisku sedikit mereda, kudengar kak Keyga mengucap sesuatu yang membuat jantungku berhenti berdetak.
"Apa?" seruku mendorong tubuh kak Keyga menjauh dariku, kuberi tatapan tak percayaku.
"Bulan lalu, mereka menemukan Adam. Dia masih hidup, hanya...,"
Aku tak bereaksi, hanya terpatung mendengar cerita kak Keyga. Tubuhku lemas seketika. Adam masih hidup, dan tak ada yang memberitahuku!
 ••••••••••• Â
"Sudalah ma, hentikan!" ku dengar suara Adam lemah.
"Tapi Adam, Key...,"
"Ma, please. Jangan sebut nama Key lagi, itu nggak akan mungkin ma. Sewaktu Adam normal saja, Key itu benci sama Adam. Apalagi sekarang...,____ Adam sudah nggak berguna ma, Key pasti tambah benci sama Adam!" suaranya geram tapi bergetar. Penuh luka.
"Jadi begitu!" ujarku.
Adam seperti membatu, tante Fahira menolehku lalu berdiri menatapku. Adam memutar kepalanya hingga bisa menemukan wajahku.
"Key!" desisnya hampir tak terdengar, tanpa basa-basi aku pun menghampirinya. Menatapnya dengan amarah, rasa bahagia, sedih, gembira, dan semua yang beraduk menjadi satu, lalu kulayangkan sebuah tamparan keras ke pipinya hingga wajahnya terlempar ke kanan.
"Apakah..., gue wanita sedangkal itu dimata lu?" seruku, "lu pulang Dam, lu masih hidup. Tapi lu nggak temuin gue?" suaraku sedikit bergetar, "lu benar-benar jahat ya, lu brengsek Dam!"
"Gue udah berbeda Key!"
"Ya, lu memang udah berubah. Lu bukan lagi Adam yang gue kenal, yang suka jail sama gue, yang suka bikin gue marah, suka bikin gue kesel!" perlahan Adam memutar wajahnya, sedikit mendongak untuk menatapku, "lu tahu, gue jadi nggak punya orang yang bisa gue omelin!" tangisku. Tapi kuselipkan sedikit tawa di dalamnya, kulihat Adam menyengirkan tawa tipis di bibirnya,
Aku tidak tahan lagi, aku bukan datang untuk menceramahinya. Jadi langsung kuambrukan diriku ke dalam pelukannya, menangis di bahunya, tersedu seperti anak kecil,
"Lu jahat Dam, gue benci sama lu..., jangan tinggalin gue lagi!" pintaku dalam tangis, "gue nggak bisa hidup tanpa lu," ucapku. Ku rasakan Adam membalas pelukanku, erat. Aku tahu ia juga menangis, meski tanpa suara, "tapi gue udah nggak sempurna, Key!" katanya.
Ku lepas pelukannya dan ku bungkam mulutnya dengan bibirku, ini pertama kalinya aku yang menciumnya, ku tangkup wajahnya dengan seluruh kerinduanku, "nggak ada yang sempurna di dunia ini, Dam. Tapi api yang lu kobarkan dalam jiwa gue nggak akan pernah padam, dan gue juga akan ngebiarin api di jiwa lu yang gue cintai padam.____kita,___lu..., masih harus nikahin gue!" ucapku merubah mimiknya.
"Lu nggak lupa kan? Awas aja kalau kali ini lu nggak muncul dihari pernikahan kita, gue bakal bunuh lu!"
Ia mengeluarkan tawa ringan, "dasar ratu jutek," tapi ia mengenggam tanganku di pipinya dan menciumnya lembut. Sebutir airmata menetes dari pelupuknya, lalu ia berucap,
"Terima kasih!"
__________o0o__________
©Y_Airy || Jakarta, 15 September 2016
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H