Mohon tunggu...
Puji Darmanto
Puji Darmanto Mohon Tunggu... -

SAYS AND UP !!!

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sute Senja

23 Juni 2015   16:41 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:39 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

“Auuuu…apa-apaan kau Sur ?” Tejo kesal.

“Ah…ah…ah… bagimana Jo,sekarang kamu tahu kan apa yang aku maksud kerikil ?” tawa Surti puas.

“Sakit Sur , emang gila ya kamu Sur,” jelas Tejo.

“Sakit…? Apa kamu tau Jo, hatiku lebih sakit dari itu,”sambung Surti , lalu pergi.

Di situ, Tejo hanya mengusap-usap kepalanya yang telah mengucur darah segar. Entah apa dan bagaimanapun penjelasan yang ia berikan pada Surti, itu tidak ada efeknya sama sekali. Ia akan tetap menganggap Sute sebagai kerkil senja yang tak ada gunanya. Tak akan pernah terlihat walau sebesar katak, dan tak akan pernah dilihatnya walau jelas didepan pelupuk matanya. Itulah Sute senja yang ada dengan dirinya sekarang. Yang ada hanya hitam, sehitam hati Surti pada Sute. Tertutup oleh kejamnya senja, di kampung yang menurutnya fana.

Hari-hari kian berlanjut, Tejo dengan cakapnya harus mencukupi ketiga nyawanya. Di rumah, hanya Sute seorang, sedang Surti telah hilang entah kemana.

“Sur…Surti…,dimana kau ? Lakimu mau bantingin tulang nih,” teriak Tejo. Tak ada sahut, mata Tejo terpaksa harus berjalan menyusuri rumah. Namun jejak Surti tak terendus juga. Dalam benak Tejo tak salah lagi, mungkin Surti pergi lagi ke pengaduannya. Iya, mungkin ia pergi ke seberang bantaran sana. Surti memang jarang ke gubuk Encing, tapi akhir-akhir ini begitu sering. Hemm.. pasti ia adu-adu lagi, pantas saja aku kemarin lagi-lagi kena sembur dari si Encing.

“Kenapa rasanya ia begitu betah ya ke Encing ?” gumam Tejo dalam hati. Sedang atapnya sendiri saja tak diurusnya. Atau jangan-jangan karena Sute. Lamunan Tejo kian lama kian pergi tersampar langkah kakinya meninggalkan gubuknya. Kini, semua orang telah tau siapa Sute. Anak gadis Surti-Tejo yang polos, baik dan selalu merendah dirinya. Dan kurang apa coba, tapi di mata Surti, ia tetaplah sebongkah kerikil. Dingin , hitam, dan keras.

Seminggu sudah Sute di situ, tapi sapa satu pun tiada. Sebegitu bencikah dia pada Sute. Padahal di mata Tejo, Sute ialah anugerah, tapi tetap tidak untuk Surti. Ia tetaplah sebuah musibah.Yang tak perlu dikasihani dan ingin dibuangnya jauh-jauh. Tak lama ,si bahan pergunjingan pulang. Sayang, lakinya telah separuh badan membanting tulang di hutan lembo.

“Jo.. aku pulang,” teriak Surti dengan perasaannya yang mereda.

Rupanya kali ini berhasil, dongkol si Surti telah diremukan oleh si Encing. Tak ada suara satupun dari mulut gubuk itu. Hanyalah tetesan air pancuran yang membisiki cerita bisu dari gubuk itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun