“O..jadi hanya gara-gara kerikil senja ini kau jadi terbalik ya Jo. Baik…aku buang saja anak ini ke hutan, biar dia dimakan sana oleh kaum Ku-uya yang tak jelas juga itu. Biar kau membuka matamu Jo, buka matamu itu Jo,” Surti berontak.
“Sini kau kerikil,” Surti menarik tangan Sute dengan kerasnya.
“Hei Surti, tak sepantasnya kau lakukan itu pada anak ku,” ujar Tejo.
“Mak.. sakit mak,” Sute merintih.
“Kau tahu apa tentang rasa sakit kerikil senja, hatiku lebih saki..t ! Lebih sakit dari apa yang kau rasakan saat ini, jadi diam saja kau,” tanggap Surti.
Gubuk itu semakin terbakar oleh amarah. Sayang, mulut-mulut yang doyan bersidang itu tak ada yang mau datang. Mereka sudah tak perduli lagi dengan Surti, telah berulang kali sudah mereka bertitah. Tapi satupun tiada yang ia gubriskan. Hal yang tak mengenakan hati terjadi lagi di gubuk itu. Semuanya terjadi begitu cepat, dan tanpa disadari siapapun. Sebuah tamparan keras menjejali muka Surti yang penuh dengan kebencian. Entah apa yang telah mereaka bicarakan tadi, rasanya begitu rumit dan runyam. Kasar, dan tak pantas untuk diungkapkan dengan tulisan. Yang terjadi , ya terjadilah sudah. Sebuah tragedy yang seumur-umur terjadi dirumah itu. Adu mulut yang mereka pertahankan, berubah menjadi adu fisik yang tak tertahankan.
“Ceplak…, auuu…,” hanya suara itu yang terdengar, sedangkan semuanya kini hanya diam, dan suasananya menjadi mencekam. Tetesan air mata Surti tak lagi dapat terbendung, mengguyur amarahnya yang berujung padam. Kini hatinya sangatlah terpuruk. Suami yang disayanginya tega melakukan hal bodoh itu padanya. Apakah ia juga sebegitu bodohnya hingga ia mau diperlakukan seperti itu. Hanya Tuhan dan Tejo lah yang mengetahui semua alasan itu. Mungkin Tejo sudah kepalang jengkel dengan apa yang telah di perbuat istrinya kepada Sute. Tapi kok sampai seklimaks itu juga. Hingga mereka saling tanya satu sama lain.
“Apa yang sudah kau lakukan padaku Jo ?” tanya Surti sambil mengusap air matanya.
“Teganya kau mengukirkan tanganmu ke pipiku ini Jo,” seakan meronta.
“Sadarkan dirimu Sur, sadar...!” ujar Tejo pada Surti.
“Aku kurang sadar apa Jo ?” bela Surti.