Tak ada jawaban, entah Surti memang tak mendengar atau dia memang pura-pura tidak mendengar. Tejo mulai bicara lagi
“Oh iya Sur, bagaimana kondisi Sute sekarang, apa dia sudah mendingan ?,” ujar Tejo.
“Tahulah, kamu urus saja anakmu yang tak jelas itu ?”, jawab Surti acuh.
Tejo menyahut lagi, tapi tak melanjutkan konteks yang dibahas oleh Surti. Rupanya Tejo tahu kalau Surti hanya memancing-mancing amarahnya saja.
” Dari semalam aku belum tahu kondisinya, apakah iya ia bisa betah tinggal disini ya Sur ?”.
“Kenapa juga kamu tanyanya ke aku to Jo… tanya saja ke anak mu langsung sana”, sahut Surti.
“Aku gak tahu dimana dia sekarang, dikamar tidak ada, dipelataran tak lihat juga tidak ada. Kira-kira dia main dimana ya Sur ?”, tanya Tejo pelan.
“Dia lagi, dia lagi. Kenapa sih terus dia yang kamu perhatikan ?” sambung Surti. Tejo semakin jadi serba salah dimata Surti, apalagi semenjak hadirnya Sute. Saat Tejo menuruti apa yang Surti katakan, tetap saja dinilai salah. Saat ia tak menghiraukan Surti apalagi. Ibarat bahasa kerennya woman is always right. Begitulah nampaknya Tejo sekarang.
“Bukannya gitu Sur, dia kan masih baru disini. Apalagi dia belum mengenal betul rumah kita ini”, bela Tejo menyambung apa yang disangkal oelh Surti tadi.
“Halaah… itu mah alasanmu saja Jo..Jo.., dia punya mata dan kaki kan ? Ya sudah, tinggal jalan ke belakang, rampung sudah pemahamannya tentang rumah kita ini. Rumah lo ya cuma secuil, apa lagi sih susahnya ?” tambah Surti panjang lebar.
“Kamu lo Sur, sama anak sendiri kejamnya minta ampun, kok gak ada perduli-perdulinya”, sahut Tejo agak jengkel.