Mohon tunggu...
Puji Darmanto
Puji Darmanto Mohon Tunggu... -

SAYS AND UP !!!

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sute Senja

23 Juni 2015   16:41 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:39 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

“Salah Sute apa mak?” sambung Sute.

“Salahmu… kau masih belum tahu apa salahmu ? Amboy…harus berapa kali lagi aku bilang…kau itu penggangu…peng…gang…gu,” bentak Surti sambil menoyol kepala Sute.

Tetes demi tetes air mata Sute mengalir, menggenangi lesung pipinya yang kering. Di lain sisi, tanpa perasaan bersalah sedikitpun, Surti meninggalkan anak itu basah kuyup dengan air mata.

Telah terasa, hari kian merasa terik, tapi hari ini lebih ia rasa terik. Tak tahu adab, mata lain menyorot tajam ke badan-badan. Entah apa yang ada di benaknya, atau mungkin ia kesal dengan tingkah emak anak-sialan yang satu itu. Tapi juga heran , kenapa harus dia yang disalahkan, apa tidak ada yang lain, apa ia patut untuk disalahkan. Kalau dipikir masak, ada dia, mereka tetap saja keluh kesah bukan main, tak ada dia , apalagi. Dilema, sang raja siang. Tetapi, ilalang di sana memang menuntut keadilan. Kian lama ia menari-nari karena telah terbakar. Bila ia punya mulut, pasti akan enggan mereka disulut. Dan, Surti pun tak mau tidur siangnya terganggu oleh mulut-mulut. Bicara nasib, tak dapat terelak itu telah ditentukan oleh Empunya pengukir tangan. Begitupun Sute, lihatlah tangannya. Garisnya telah terbaca oleh kesuraman. Dan itu tak harus dipercaya olehnya. Karena jaminan, Sang Maha Kuasa tak akan menebar rahasianya begitu saja ke seluruh penjuru pertiwi kita. Dan masih berlanjut.

“Tejo, disini kau rupanya,” sapa Surti.

Tatapan mata Tejo terasa dingin, Surti pun membalasnya sedemikian pula.

“Jo, kemana saja kau ini, pergi tak bilang-bilang, aku dari tadi telah sibuk mencari mu,” tambah Surti.

Beberapa kali Surti bertanya pada Tejo, tapi apa yang ia dapat,Tejo tetap diam. Surti pun tak mengerti, kenapa Tejo jadi seperti itu. Apa yang sebenarnya terjadi pada hidup Tejo.

“Kesambet apa ini Tejoku, apa mungkin ini karena aku ?” tanya Surti dalam hati.

Kali itu sungguh beda, Tejo terlihat agak tampan, tetap dengan balutan kumis tipisnya yang beruban. Surti menatap wajah Tejo lagi dan dia mengusap bola matanya lagi. Surti menghela napas panjang tiga kali.

“Benar ini kamu Jo, Jo… jawab pertanyaanku ,” Surti teriak-teriak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun