Mohon tunggu...
Puji Darmanto
Puji Darmanto Mohon Tunggu... -

SAYS AND UP !!!

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sute Senja

23 Juni 2015   16:41 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:39 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Terdengar, desas desus dari desa seberang. Sejak adanya tragedi pemusnahan etnis Lelembo secara misterius oleh kaum kanibal Ku-uya, banyak anak- anak yang terlantar dan sengaja menelantar. Mereka yang menelantar berusaha mencari suaka yang lebih aman dari para kaum Ku-uya tersebut. Teganya, memangnya salah mereka apa. Padahal, mereka terkenal sangat baik di etnis lain. Lagi-lagi Tejo bergumam dalam hatinya. Tak tahu juga, akhir-akhir ini apakah Tejo yang selalu pikirkan. Tak jelas, ada ujung namun tiada pangkalnya. Lalu ia melanjutkan lagi jalanya sembari membabat semak-semak yang menghalangi jalanya.

Sampailah juga di perbatasan akhir. Keluar dari tugu besar itu Tejo sudah masuk ke desanya yang terang. Tejo menghela napas panjang. Rasa takutnya sirna sudah. “Tapi kok ada yang aneh ya?” ucap Tejo keheranan. “Jalanku kok jadi berat, apalagi yang kudengar ini, apakah telingaku yang salah?”, gumamnya dalam hati. Dasarannya memang tua bangka, apa-apa yang ia salahkan adalah, kalau tidak umur ya fisik. Selalu saja begitu,namun di lain sisi, ia seakan terbela dengan kelemahannya itu. Padahal kan tiada yang salah dengan keduanya. Kalau bisa mengumpat, mungkin dari jauh hari lah sudah mereka lakukan, si indera. Tak ada rasa terima kasihnya. Dan lucunya, biarpun sudah tua Tejo seakan tak terbawa dengan raga dan usianya. Jiwanya malah semakin kekanak-kanakkan. Apalagi, tempo hari tanpa berpikir panjang ia mau beristri lagi. Dan dengan congkaknya ia berkata,”aku kan masih kuat, nih liat mata dan pendengaranku masih jelas, penglihatanku tak lemah apalagi anuku… tambah tua tambah jadi lah”, tuturnya pada Kinah, seorang janda kembang yang ia idamkan. Itulah mungkin yang menyebabkan Surti mulai jengkel dengan kelakuan suaminya itu. Kadang-kadang ia harmonis, dan kadang pula begitulah. Darah mudanya kembali lagi tak jelas, atau labil lah sebutnya. Tak sabar, kurang ajar, tapi tetap saja seorang penakut. Takut dengan siapa ? Siapa lagi kalau bukan dengan Surti.

Alkisah, dulu mereka sungguh harmonis, kemana-mana berdua. Kisah cintanya pun dijadikan rujukan oleh orang-orang desa, apalagi para pemudanya. Surti , si gadis desa yang menjadi primadona dan Tejo pemuda nan gagah dan tampan. Ibarat kisah, Rama dan Shinta lah mereka. Tapi apa daya, kini semua itu hilang sudah. Layaknya pasutri lain, banyak bumbu-bumbu rumah tangga yang mewarnai kuah mereka. Apalagi, kini mereka belum memiliki momongan. Lengkap suah permasalahan mereka. Setiap harinya mereka lontang-lantung berdua, tak jelas. Berbagai gunjingan dan ejekan sudah biasa mereka makan dan telan, lalu meraka buanglah jauh-jauh.

Hubungan meraka semakin panas disaat ibu kandung Tejo masih hidup pada waktu itu. Entah bagaimana perasaan Surti saat itu, campur aduk dan geram pasti. Secara terang-terangan, ia mendapatkan penolakan dari mertuanya itu. Murah, sebuah nama yang tak akan pernah ia lupakan. Sesosok gadis cantik, matang dan keibu-ibuan sekali. Teman sepermainan Tejo ini, dengan terang terangan ingin dijodohkan oleh mertua Surti dengan anak kesayanganya, Tejo. Padahal, waktu itu Surti masih berstatus istri sah Tejo. Sebagai seorang wanita, Surti bisa apa selain menangis dan meronta. Ia sadar, bahwa ia sampai detik itu ia belom bisa memberikan seorang cucu bagi Poniem, mertuanya. Terjadilah perseteruan hebat antara mertuanya itu dengan Surti. Dan apa yang bisa Tejo perbuat, ya cuma garuk-garuk dan menganggukan kepala. Telan saja itu simalakama, membela istri takut durhaka, membela ibu sendiri, memihaklah kamu pada pihak yang salah. Sejak saat itulah, hubungan antara Surti dan mertuanya seakan hilang tak berbekas. Saat itu Murah, dengan polosnya dia menyembah ampun kepada Surti yang sedang panas-panasnya. Tak tahukah ia saat itu dengan siapa berbicara. Perbuatannya ini sama saja dengan menggarami luka yang dibuatnya sendiri.

Angin panas sadis membelai. Padahal telah datang menyerang. Hujan yang tadi tiada arti, masih panas jua. Tejo menaikan bongkokannya yang agak jatuh. “Ahh.. beratnya kayu ini, gak ada orang juga disini. Apa yang harus aku lakukan ?” tanya Tejo sambil bergumam. Tejo meneruskan perjalanannya. Tak tahu kenapa, kayu yang dibawanya menjadi kian berat. Dalam hatinya, “mungkinkah ada hantu yang menggantung di kayuku ?” Tejo menengok ke belakang sering-sering, tak lupa ia pun memeriksa kayu yang dibawanya. Dilihatnya pelan-pelan, tapi tetaplah tidak ada. Dia jalan lagi. “Loh kok tetap berat sih, apa cara menali kayuku ini yang salah ?” ia bergumam lagi. Dinaikkan lah kayunya berulang-ulang. Ia tali kembali erat-erat. Ia jalan lagi, dan beratnya jadi tambah biasa. “ Apa sih sebenarnya ini ?” tanya Tejo kesal pada dirinya sendiri. Karena kesal, ia jatuhkan keras-keras bongkokan kayu yang ia bawa. Bruk… bonggkokan kayu itu menghantam keras tanah di depannya. Tak disangka, ada suara lain yang menyertai jatuhnya bongkokan kayu itu. “Aauuu…”, suara kecil itu datang dari bawah tumpukan kayu yang ia jatuhkan. Karena ia penasaran, dibongkarlah tumpukan kayunya itu. Dengan terkejut, Tejo mencolot ke kejauhan. Dimulailah interaksi antara mereka yang masih terbata-bata.

“Siapa namamu ?” tanya Tejo.

“Sa…sa…ya Sute,” jawab anak itu kaku.

Ternyata, tumpukan kayu tadi menelan seorang gadis malang.Tatapanya penuh dengan kesedihan , menelan ludah kering, dan rautnya yang gersang. Walau parasnya tak karuan, hingga Tejo tak kuasa memandang. Nampaknya dia adalah gadis kecil korban dari kejahatan kaum kanibal Ku-uya. Yang lama sudah ia menggantung pada bongkokan kayu yang dibawa oleh Tejo. Dan lama sudah ia mengikuti Tejo dari jauh-jauh hari. Tapi ia tak berani jauh-jauh. Ia masih ragu dengan orang-orang yang baru ia kenali. Namun, setelah ia mengamati gerak-gerik Tejo lampau hari, ia bisa menilai bagaimana Tejo seharusnya. Dari watak aslinya hanya hatinya yang tulus yang tepancar. Jauh dari padang limbo ia datang. Membawa kabar yang memungkinkan dari perawannya alam. Dan pada akhirnya, tabir kehidupan meraka baru dimulai. Pembicaraan mereka kian kemana-mana. Tak jelas, suara mereka tertimbun debu yang menebal walau di ujung senja. Tapi, yang jelas, Sute tanpa asuh, dan Tejo tanpa asuhan. Abi dan Uminya telah hilang entah kemana. Terseret kawanan kaum tak jelas itu. Dan benar, sekali lagi ia adalah korban. Tejo merasa iba dengan nasib si Sute yang malang. Namun, sebenarnya dari situ tibalah kebahagiaan bagi Tejo. Sute akhirnya ikut dengan Tejo, meski batinnya masih dolak-dalik. Melangkah mereka ke Surti secara bersama-sama. Entah apa yang akan Surti perbuat, haruskah mereka bertanya pada ilalang yang bergoyang. Sedangkan, yang akan mereka tanayai itu sendiri tiada yang tahu.

Hari nampak kian muram, melihat wajah Surti yang lagi-lagi suram. Jam dinding itupun terus berdegub, menyaksikan Surti dengan kebosanannya. Hampir sebadan hari Surti menanti, tapi kenapa ia tak lekas pulang. Kruyuk…kruyuk..kruyuk…cacing-cacing perutnya demonstrasi. Tapi ia lagi-lagi tak perduli.

“Mana sih Tejo ?” gumam Surti kesal.

Gabah di rumah memang telah habis, tapi hati Surti lebih habis. Bosan. Pandangannya beralih ke ujung jalan. Hanya tampak samar-samar, harinya bertambah gelap, kerikil terbang-terbang di jalan pun tiada yang menyadari. Lebih jauh, ia menyusuri jalanan, nampak dua orang datang dari lereng rerumputan. Tejo dan anak itu. Langkahnya semakin dekat, menyusul mentari yang tertelan pertiwi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun