Mohon tunggu...
Wahyu Aning Tias
Wahyu Aning Tias Mohon Tunggu... Freelancer - Manusia yang mempercayai menulis untuk menyembuhkan

Terimakasih Marx, Kafka, Dostoyevski, Chekov, Camus, Murakami, Coelho, Rumi Dari kalian mengalir kefasihan bertutur dan kebijaksanaan dalam diam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bapak Tua dan Secangkir Teh

16 Maret 2017   08:45 Diperbarui: 16 Maret 2017   08:49 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

***

Seharusnya sekarang sudah waktunya pulang sekolah, tetapi persiapan untuk acara pentas seni besok membuatku tidak bisa pulang hingga menjelang pukul sembilan malam.

“Aku duluan ya! Kasihan Ibu sendirian di rumah.” Kataku berpamitan pada teman-teman yang masih sibuk menata dekorasi. Rencananya mereka akan menginap di sekolah, tetapi aku rela pulang agak larut demi memenuhi janjiku pada Kakek pemilik kedai teh. Lagipula, Ibuku pasti akan lebih tenang kalau aku pulang ke rumah.

Sesampainya di pusat jajanan alun-alun, kulihat Kakek sudah merapikan kedainya sendirian.

“Kakek, maaf datang terlambat.” Kataku berusaha menyapanya.

Dia tersenyum melihatku datang, sepertinya senang. “Kakek kira kamu tidak datang. Hari ini Kakek tidak menyeduh teh.”

“Maksud Kakek, tidak ada pelanggan yang datang begitu?” tanyaku sedikit menyimpan perasaan bersalah.

“Heheheh...bukan begitu. Tapi Kakek sengaja menggantung tulisan TUTUP ini di daun pintu supaya kita bisa menikmati melukis dan dilukis bersama-sama.” Kata Kakek sembari terkekeh membuat rasa bersalahku tidak lagi tersimpan rapi, tapi semburat karena mendadak bertambah berkali-kali lipat. Seharian ini Kakek tidak mendapatkan pelanggan karena aku.

“Maafkan saya, Kek.” Kataku sekali lagi. Kali ini dengan nada dan raut wajah diliputi perasaan tidak enak.

“Sudah...sudah...Rejeki itu Tuhan yang mengatur. Jadi, Kakek tidak terlalu mencemaskan rejeki Kakek hari ini. Masih banyak hari esok untuk mengais rejeki. Sekarang kamu pulanglah, pasti orangtuamu khawatir kalau kamu pulang selarut ini.”

“Kek, besok saya pasti akan datang.” Aku berusaha untuk membuat janji lagi dengan Kakek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun