“Masyaallah, Adi! Ibu tidak habis pikir kegiatan apa yang kamu lakukan hingga selalu saja pulang selarut ini!”
Aku senyum-senyum saja, lalu dengan perlahan kukeluarkan termos pemberian Kakek dari dalam ranselku. “Ini buat Ibu.” Kataku singkat.
“Apa ini?”
“Itu teh, Bu. Rasanya enak sekali, coba Ibu cicipi kalau tidak percaya.”
Ibu mengernyitkan dahinya. “Darimana ini?”
“Dari teman, Bu. Dia punya kedai teh di tengah kota.”
“Baiklah. Cepat masuk dan mandi air hangat. Ibu sudah menyiapkannya.”
Ibu selalu baik seperti biasanya, “terima kasih, Bu.”
Aku langsung bergegas ke kamarku, mengganti pakaian dan berlalu ke kamar mandi sambil bersiul perlahan. Aku melihat Ibu sedang mencicipi teh dan aku melihat ada perubahan yang baik di wajahnya.
“Adi, sini deh! Ayo minum teh sama Ibu. Ini enak, lo! Teman kamu pintar sekali membuatnya.”
Aku tersenyum dan mengiyakan. Benar kata Kakek, Ibu pasti senang kalau menerima teh itu. Kini tinggal satu hal yang harus kulakukan.