Mohon tunggu...
Wahyu Aning Tias
Wahyu Aning Tias Mohon Tunggu... Freelancer - Manusia yang mempercayai menulis untuk menyembuhkan

Terimakasih Marx, Kafka, Dostoyevski, Chekov, Camus, Murakami, Coelho, Rumi Dari kalian mengalir kefasihan bertutur dan kebijaksanaan dalam diam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bapak Tua dan Secangkir Teh

16 Maret 2017   08:45 Diperbarui: 16 Maret 2017   08:49 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Ayo masuk!”

“Ayah! Ada tamu istimewa yang datang mencari.” Kata Bu Feni pada Kakek yang duduk membelakangi kami Nampak sibuk dengan kuasnya.

Kakek lalu menghentikan mengecat dan membalikkan badannya ke arah kami.

“Adi! Kenapa kamu lama sekali?”

Mataku berkaca-kaca, entah kenapa. “Kakek…”

Kamipun berpelukan. Entah kenapa. Seperti ada ikatan misterius diantara kami berdua.

“Bagaimana ujianmu? Maafkan Kakek sudah membuatmu khawatir.”

Aku mengangguk. “Saya sudah berusaha yang terbaik, Kek! Seperti sang pertapa.”

Kakek tertawa melihatku. “Ayo! Kita bicara di dalam saja sambil minum teh.”

***

“Silakan tehnya, Bu.” Kataku ramah pada seorang pelanggan baru kami. Yap, sudah genap satu semester setelah pertemuan terakhirku dengan Kakek. Setelah hari itu, setiap sore aku mengganti pakaian putih abu-abuku dengan seragam waiter yang didesain sendiri oleh Kakek. Terkadang aku undang teman-teman sekelas untuk datang ke kedai Kakek, terutama teman-teman sesama klub seni.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun