"Pemuda ini ki demang. " kata pekatik itu yang ternyata bernama Badra.
 "Husss jangan Sembrana kamu.  Meski masih muda ia pendekar yang sangat tinggi ilmunya.  Kini dia dipercaya Senopati Narotama untuk menjalankan tugas yang sangat berat.  Itulah sebabnya beliau membelikan kuda yang tegar untuknya."
Badra mendengarkan pernyataan ki demang dengan mulut menganga. Â Tiba-tiba ia membungkukkan badannya memberi hormat kepada Sembada.
"Maaf tuan. Â Saya tidak tahu kalau tuan priyayi agung." Katanya.
"Saya bukan siapa-siapa Ki. Â Seperti dulu kita bertemu, saya hanya pencari kayu bakar untuk dijual."
"Sejak awal saya memang curiga Ki demang. Â Pemuda ini badannya tegap dan otot-ototnya sangat kuat, tentu ia ahli ilmu kanuragan. Â Ternyata tebakan saya benar."
Ki demang tertawa. Â Iapun menepuk nepuk punggung Sembada sambil mendampinginya berjalan menuntun kudanya. Â Sebentar kemudian Sembada melompat ke punggung kuda itu dengan ringannya. Â Setelah menganggukkan kepala kepada ki demang pertanda pamit pergi ia segera menyentuh perut kuda itu dengan tumitnya. Â Kuda tinggi besar itu segera melangkahkan kakinya.
Ki demang tetap berdiri di depan pendapa beberapa saat. Â Ia mengawasi Sembada sampai hilang tertutup regol kademangan setelah membelokkan kudanya. Â Lelaki tua itu nampak senang sekali hatinya. Â Merasa telah menjalankan tugas yang telah dibebankan kepadanya oleh Senopati Narotama terhadap Sembada. Â
Di balik pintu dapur Sekarsari mengawasi Sembada yang menaiki kuda hitam yang baru dibeli ki demang. Â Ia heran kenapa kuda yang bagus itu diberikan kepada Sembada. Â Ki demang dan Sembada sama-sama menyimpan rahasia yang tak dapat diketahuinya, pikirnya. Tentu ada sesuatu yang istimewa pada diri Sembada, sehingga ia menerima hadiah yang nilainya sangat berharga dari ki demang. Â Bahkan konon itu semua atas perintah Senopati Narotama.
Ketika Handaka pulang ke rumah setelah beberapa saat meninggalkan pendapa kademangan, Ki demang segera memanggilnya bersama Sekarsari untuk  menemuinya.  Lelaki tua itu duduk di atas tikar pandan putih yang tadi dipakai menemui Sembada.  Segera Handaka dan Sekarsari menghadap.
"Ada apa ayah memanggil kami. Â Tidak biasanya ayah melakukan hal ini."