Sebentar kemudian rombongan pedagang dan pengawalnya melanjutkan perjalanan mereka. Â Sembada dengan menaiki kudanya berjalan di belakang barisan itu. Â Namun lama-kelamaan ia menjadi segan, karena semua orang dalam rombongan itu berjalan kaki. Kecuali pemilik-pemilik barang dagangan yang tinggal dalam gerobak berkuda yang mengangkut barang-barang mereka. Â Nampak di sana ada juga beberapa perempuan keluarga pemilik barang. Â Maka Sembada segera turun dari kuda dan berjalan sambil menuntun hewan itu.
Beberapa saat setelah matahari melewati puncaknya, rombongan itu beristirahat. Â Masing-masing membuka bekal mereka untuk makan siang. Â Tak terkecuali Sembada, yang telah dibekali simboknya dengan beberapa buah ketupat dan ikan bakar. Â Bersama-sama dengan para pengawal Sembada menikmati makan siangnya dengan lahap.
"Kau akan pergi kemana anak muda ? Â Menaiki kuda yang sangat bagus, melewati hutan Waringin Soban sangatlah berbahaya bagimu."
"Saya akan ke padepokan Cemara Sewu paman. Â Sudah lama saya tidak menjenguk guru di sana."
"Kau murid Ajar Menjangan Gumringsing ?"
"Benar paman. Â Lebih lima tahun saya berguru di sana. Â Karena suatu hal saya terpaksa pulang ke kademangan Majaduwur."
"Andai kau tak bertemu rombongan ini, apakah kau akan nekad menyebrang sendirian."
"Tentu tidak paman. Â Justru karena saya mendengar ada rombongan yang baru masuk hutan ini saya memberanikan diri untuk melanjutkan perjalanan saya. Â Dengan harapan saya bertemu di jalan dan bersama-sama menyebrang."
"Hahaha yah. Â Perhitunganmu tepat. Â Tapi kau masih agak sembrono anak muda. Â Untuk menyebrang hutan ini kami membawa teman lebih dari dua puluh orang. Â Semata-mata untuk memastikan kami selamat dari gangguan kelompok Gagak Ijo. Â Kami dengar Gagak Ijo terluka dalam pertempuran di wilayah kademangan Majaduwur. Â Jadi kalaulah ada pembegalan tentu hanya anak buahnya saja. Â Jadi kami berani menyebrang dengan separo pengawal dari biasanya."
Namun saat mereka asyik berbincang-bincang mereka mendengar bunyi burung kedasih merintih-rintih di kejauhan. Â Suara burung itu kemudian disaut oleh suara yang sama namun pada arah yang berbeda. Â Rombongan itu kemudian diam sesaat. Â Memperhatikan suara burung yang tidak sebagaimana biasanya. Â Pemimpin pengawal segera memberi peringatan kepada anak buahnya.
"Ternyata perjalanan kita sekarangpun tidaklah aman. Â Bersiaplah kalian. Â Kita akan bertemu dengan tamu yang tak diundang."