Intrik Politik

"Tentu. Namanya Dokter Budi Susetyo Spesialis Kedokteran Jiwa."

"Itu saya kan, Pak Tejo?" kata dokter kalem, tapi suaranya mantap dan berat.

Mendengar pertanyaan sangat misterius itu, Pak Tejo baru mau mengangkat kepalanya dan langsung menatap dokter kedua itu. Betapa terkejut dia! Tubuhnya langsung menegak ke belakang yang menyebabkan kursi yang didudukinya hampir terjatuh kalau saja tidak segera disangga oleh dua polisi preman yang sejak tadi mengawal di belakangnya.

"Mustahil!" Pak Tejo berteriak keras sekali akibat rasa terkejut yang bukan kepalang.

"Bagaimana, Pak Tejo? Saya kan yang telah Bapak tembak dan telah mati itu?" tanya dokter lebih berat suaranya. Dia masih menatap tajam wajah Pak Tejo yang ketakutan luar biasa bercampur geram serta terkejut yang amat sangat.

"Tidak mungkin!" teriak Pak Tejo lebih keras. "Kalau kamu tidak pergi, akan kutembak lagi supaya mampus. Pergi kau, dokter bangsat!" lanjut Pak Tejo penuh amarah disertai ancaman.

Dia langsung berdiri berusaha memukul muka dokter dengan ke-palan tangan kanannya yang mengepal keras sekali. Untung tangan polisi lebih cepat dan lebih sigap menangkap dan meringkusnya. Kemudian, aparat penegak hukum itu memaksanya duduk kembali ke kursi pemeriksaan.

"Tenanglah, Pak Tejo. Tenang," bujuk sang dokter. "Saya bukan dokter seperti yang Bapak sebut. Nama saya Dokter Rudi Susetyo Spesialis Kedokteran Jiwa."

"Bohong!" sergah Pak Tejo masih tampak tegang mukanya. Urat lehernya masih kelihatan menyembul dan memerahkan area sekitar lehernya.

"Tidak, Pak Tejo. Buat apa saya berbohong. Saya dokter, Pak Tejo," bujuk dokter lagi untuk membangun saling kepercayaan dengan pesakit-an.

"Saya tak percaya! Kamu pasti antek-antek Sarjito! Iya kan?!"