***
Bagian Ketiga
Si Sangar Itu Sarjito
Pada pukul 2 siang itu, mentari menampakkan tajinya. Siapa pun dijamin bermandikan peluh bila keluar rumah. Apalagi bila ikut berkampanye dalam pemilu legislatif, pasti keringat bercucuran lebih deras. Sebab, lazimnya sebuah kampanye, pesertanya harus ikut berteriak-teriak sekeras-kerasnya sebagai wujud dukungan untuk partai dan caleg yang mereka jagokan. Belum lagi mereka harus berjimprak-jimprak kegirang-an di lapangan bila sudah waktunya hiburan berupa hentakan suara kendang dan alunan seruling dari musik dangdut.
Suasana hiruk pikuk kampanye seperti itulah yang sedang berlangsung di lapangan Desa Ringin Anom siang itu. Di antara ribuan massa itu, ada seorang caleg yang dielu-elukan. Sarjito namanya. Perawakan tubuhnya tegap. Berkulit sawo matang kehitam-hitaman. Kumisnya tebal melintang di atas bibirnya yang juga tebal. Gelang akar warna hitam melingkar di pergelangan tangan kanannya. Akik berwarna merah jambu menghiasi jari manis kanannya. Ada lagi satu asesoris yang dikenakannya, yaitu cincin bermata merah delima. Itu makin memperindah jari manis kirinya.
Sebelum menuju panggung untuk berorasi politik, Sarjito membenahi jas merah lambang kebesaran partainya, celana hitam legam, dan ikat pinggang bermata kepala singa terbuat dari stainless steel yang mengkilap. Dia dielu-elukan bak seorang pahlawan yang baru pulang dari medan laga. Sementara pendukungnya ibarat rakyat jelata yang sedang me-nantikan cerita heroiknya.
Pidato Sarjito dibuka dengan salam dan yel-yel kebesaran partainya. Setelah itu, dia mengobral janji-janji bila kelak terpilih sebagai anggota DPRD Kabupaten Kediri. Sebelum menutup pidatonya, dia mencopot kaca mata hitamnya. Dengan mata dibuat berkaca-kaca, dia berkata penuh nada sendu yang sangat kontras dengan saat pertengahan pidato kampanye tadi.
"Saudara-saudaraku. Kita sebagai pendukung partai ini sangat prihatin dengan musibah yang menimpa Bapak Sutejo Mangku Kusumo atau yang lebih kita kenal dengan panggilan Pak Tejo. Saudara-saudara kenal Pak Tejo?" tanya Sarjito sambil menyorongkan mikrofon ke arah kerumunan massa di bawahnya.
"Kenal...!" jawab yang ditanya dengan serempak dan suara amat lantang. Pak Tejo memang sudah tidak asing di telinga, mata, dan hati seluruh warga Desa Ringin Anom.
"Kita prihatin sekali karena Pak Tejo saat ini masih mendekam di tahanan Polresta Kediri karena kasus penembakan terhadap dokter ahli jiwa. Sebenarnya, kita semua tidak yakin beliau tega melakukannya. Semua itu dipicu rasa tersinggung nan amat dalam karena dianggap tidak sehat rohaninya oleh almarhum dokter ahli jiwa tersebut sehingga...."