Ini mungkin jalan Tuhan untukku. Pucuk dicinta ulam tiba. Dari kemarin berpikir keras, bagaimana meski mendekati Yulia. Nah, ada kesempatan tanpa terduga. Terima kasih Tuhan. Kau selalu memberiku jalan terindah. Paling tidak ada jalan meski sedikit mendekati Yulia. Aku ingin tahu lebih jauh tentang Yulia.
"Bu Yulia ada keturunan Timur Tengah ya?" tanyaku melanjutkan pembicaraan.
"Wah, tidak Pak. Saya Jawa tulen. Kenapa Pak?"
"Hidung dan mata ibu, mirip dengan orang Timur Tengah he he he..." jawabku sedikit malu tertahan. "Ibu asli dari Yogya?" lanjutku.
"Bukan Pak, saya dari Semarang. Kalau Bapak, dari mana?"
"Saya lahir di Jember Bu. Besar di Jogjakarta. Asli mana ya jadinya? Saya juga bingung Bu." Jawabku agak ngawur.
***
Kukendarai Honda Fortunerku menuju Kali Kuning. Aku harus mengecek pekerjaan karyawan yang sedang mengoperasikan eskalatorku. Tentu puluhan truk sudah mengantri panjang. Langgananku semakin melimpah. Sempilan karyawanku pun semakin kuwalahan.
Kuparkir mobil satu kilo dari tempat penambangan pasir. Teriknya matahari siang ini, lumayan membuatku kepanasan. Wah bisa-bisa aku jadi hitam karena sinarnya. Ah, aku kan laki-laki biar saja. Kaki kulangkahkan menuju Kali Kuning. Kujumpai operator. Aku mengecek semua sparepart eskalatorku. Semua baik. Aku pun melangkahkan kaki menuju rumah Pak Lurah. Di rumah Pak Lurah ku tempatkan 9 karyawanku untuk menginap.
"Siang Pak Lurah!" sapaku.
"Hai Pak Pradi. Gimana kabarnya? Wah kebetulan, hari ini ada pesta kecil. Mari-mari kita langsung makan siang saja." Pak Lurah mengajakku ke ruang makan. Kebetulan cacing di perutku mulai sedikit berontak.