Mohon tunggu...
Romy Roys
Romy Roys Mohon Tunggu... Guru - Guru SMP Muhammadiyah 2 Depok

Demi menghemat kertas, maka ku pilih kompasiana untuk mencurahkan isi pikiran dan hatiku...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

My First Love My Late Love

24 November 2014   16:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:00 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Yulia, saya mengutarakan isi hati setelah saya tidak lagi bertunangan dengan Dias. Jadi kamu di luar permasalahan kami. Memang alasan saya adalah kamu. Tetapi kamu tidak tahu menahu kan. Kamu tidak salah. Toh kita tidak ada hubungan apa-apa selama ini. Hanya saja saya yang menyukai kamu. Perasaanmu pada saya juga saya tidak tahu." Aku berusaha menjelaskan di tengah kebingungan. Asal saja kurangkai kalimat. Aku bukanlah seorang penyair. Aku adalah seorang sarjana geologi yang kini sibuk dengan berbagai pekerjaan yang cukup ruwet. "Pertanyaan saya, apakah kamu mau menjadi bidadari hati saya? Sungguh saya jatuh hati padamu Yulia. Kamu membuat saya setengah gila." Aku mencoba meminta jawaban Yulia.

"Pak, maafkan saya. Saya tidak bisa menerima Bapak." Jawaban Yulia bagai tamparan keras di kedua pipiku. Aku ingin pingsan di depan wanita ini. Kukuatkan hatiku. Aku ini lelaki. Aku tidak boleh cengeng.  Aku tarif nafas panjang. Mencoba menenangkan diri agar tidak jatuh tersungkur. Aku harus tetap tegak berdiri di hadapan wanita cantik pujaan hatiku ini. Aku tak boleh terlihat lemah.

"Pak Pradi, tidak apa-apa kan?" Yulia melihatku begitu syok.

"Tidak apa-apa Yulia. Terima kasih atas jawabanmu. Saya permisi dulu. Maafkan saya sudah mengganggu kamu." Aku mencoba berdiri. Kakiku terasa ringan. Kulangkahkan kaki, namun tak dapat kugerakkan kaki ini. Aku pun tak sadarkan diri.

***

Kubuka mataku. Ruangan ini asing bagiku. Aku berada di mana? Aku bingung dan mencoba mengingat, di mana aku berada. Kepalaku cukup pusing dan mual melanda dadaku. Terakhir kali aku berada di rumah Yulia. Dan aku pamit pulang. Tapi kenapa aku ada di sini. Apakah aku pingsan? Ya Tuhan, malu sekali aku. Aku ini lelaki.

"Pak Pradi, sudah siuman. Alhamdulillah, minum teh hangat dulu Pak." Yulia membantu aku untuk duduk dan mendekatkan bibir gelas ke mulutku. Aku mencoba membuka mulut untuk meminum barang seteguk air teh buatan Yulia. Cukup menenangkan. Aku malu sekali. Ingin aku berlari keluar, tapi kepala ku sangat sakit.

"Bapak, istirahat dulu saja. Saya menemani Bapak di sini." Yulia meletakkan gelas teh di meja dekat tempat tidur. Dia pun duduk di sebelahku. Tangannya membelai rambutku. Dia pun mendekatkan bibirnya di keningku. Yulia mencium keningku. Tuhan, apakah ini artinya dia menerima cintaku. Aku ingin meledak gembira.

"Yulia, kok mencium kening saya. Harusnya cium ini saja." Aku menunjuk bibirku. Yulia pun tersenyum. Dia cubit tanganku. Aku pun melayang di udara. Ibu cintaku diterima wanita idamanku.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
  21. 21
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun