Namun penghematan yang dilakukan keduanya memiliki konsekuensi terhadap performa program khususnya jika ditinjau dari segi rating dan share yang tidak sebagus sebelum datangnya krisis moneter, meski terdapat pengecualian pada program berita Liputan 6 yang cukup mengangkat kepemirsaan SCTV di masa-masa sulit lantaran tingginya kebutuhan masyarakat akan informasi yang berimbang di awal reformasi.
Lalu menjelang era milenium, SCTV juga turut menggebrak pola programming di jam sahur saat Ramadhan tiba dengan hadirnya Sahur Kita bersama Eko Patrio dan Ulfa Dwiyanti yang kemudian diikuti stasiun TV lain yang mengusung konsep hiburan pada tahun-tahun berikutnya bahkan hingga sekarang.
Yang tidak kalah penting, SCTV saat itu sudah memindahkan basis operasionalnya secara utuh di Jakarta dengan hadirnya kantor baru (pada masanya) di Wisma Indovision (sekarang MNC Vision Tower) disertai dengan penghentian transmisi analog untuk uplink melalui satelit sebelum diikuti stasiun TV lain pada tahun 1999 hingga awal 2000.
Dan ketika memasuki tahun 2001, SCTV kembali berpindah kantor ke Graha Mitra yang berlokasi di kawasan Gatot Subroto, Jakarta Selatan hingga tahun 2007 (sejak 2008 hingga sekarang bermarkas di SCTV Tower, Senayan City).
Di saat SCTV cukup tertolong dengan program Liputan 6, RCTI harus melakukan perombakan besar-besaran di jajaran direksi pada Maret 1999 untuk memulihkan kondisi keuangan mereka yang berbalik 180 derajat ketika krisis moneter datang.
Berkat tangan dingin Harry Kuntoro dan Nenny Soemawinata, keuangan RCTI perlahan mulai membaik namun ini juga disertai dengan konsekuensi menurunnya kualitas dari segi pemrograman akibat efisiensi yang dilakukan oleh manajemen (karena ini pula, peringkat RCTI sempat merosot ke urutan ketiga dari total enam stasiun TV nasional).
Walaupun pada saat itu pula, RCTI juga memiliki program yang tidak kalah fenomenal seperti sinetron Cinta (yang mempopulerkan nama Desy Ratnasari) dan Doaku Harapanku yang dibintangi oleh Krisdayanti dan menemani pemirsa selama Ramadhan.
Kinerja RCTI pun mulai membaik secara program pada akhir tahun 2000 atau awal 2001 ketika sinetron Bidadari hadir sebagai salah satu program unggulan, disertai dengan masuknya Wisnu Hadi dan Oerianto Guyandi sebagai Direktur Utama dan Wakil Direktur Utama yang berhasil membawa stasiun TV swasta pertama di Indonesia ini benar-benar kembali ke performa terbaiknya.
Masuknya Hary Tanoesoedibjo sebagai investor baru Bimantara Citra (melalui Bhakti Investama) juga membawa perubahan terutama dari sisi manajemen dan kontrol terhadap cashflow yang turut mendongkrak kinerja perusahaan, ditambah dengan masuknya sejumlah wajah baru di balik dapur produksi yang berperan terhadap lahirnya program seperti Indonesian Idol, Miss Indonesia, Indonesia Movie Actor Awards, dan lain-lain.
Hanya saja pada waktu yang bersamaan, RCTI harus rela melepas "saudara" lamanya yakni SCTV yang secara bertahap pindah kepemilikan ke tangan Emtek Group setelah terjadi dinamika di jajaran pemegang saham (sebagai catatan, Henry Pribadi dan keluarga Sudwikatmono melalui Indika Group sempat memiliki sebagian saham di stasiun TV ini).
Ketika RCTI dan SCTV berhasil bangkit dengan caranya sendiri, TPI dan ANTV saat itu sempat dihantui oleh tumpukan utang yang menggunung bahkan nyaris menemui ajalnya.