Konsekuensinya, ANTV yang saat itu baru berdiri sebagai stasiun TV lokal di Bandar Lampung harus segera memindahkan basis operasionalnya di Jakarta meski membutuhkan proses hingga setahun lamanya.
Sementara Indosiar yang belum bersiaran sama sekali, sangat diuntungkan dengan aturan ini karena sudah bisa langsung beroperasi dari Daan Mogot (resmi mengudara sejak 1995) dan membangun stasiun transmisi secara bertahap di berbagai penjuru wilayah Indonesia.
Sejak saat itulah, persaingan untuk memperebutkan kepemirsaan sudah begitu keras namun kesehatan industri ketika itu masih relatif terjaga.
Meski saling sikut, masing-masing stasiun TV masih tampak mempertahankan kekhasannya masing-masing dari sekian banyak program yang terkadang tampak serupa tapi tak sama.
RCTI dengan film Hollywood melalui Layar Emas (yang kini bertransformasi menjadi Box Office Movies), SCTV dengan Telenovela andalannya, TPI dengan program dangdut dan film Bollywood, ANTV dengan MTV-nya, serta Indosiar dengan berbagai macam serial drama dari Asia Timur.
Namun mempertahankan itu semua tak semudah yang dibayangkan karena kerasnya persaingan memperebutkan kepemirsaan yang berimbas pada seberapa banyak kue iklan yang diperoleh.
RCTI saat itu tetap memimpin pangsa pasar hingga tahun 1997, sementara posisi SCTV mulai tergeser oleh keberadaan Indosiar dengan segala gebrakannya hanya kurang dari tiga tahun sejak pertama kali mengudara.
Sementara TPI yang sudah memiliki pangsa pasar tersendiri dengan fokus pada pemirsa menengah ke bawah serta ANTV untuk pemirsa remaja dan kaum berjiwa muda harus melalui berbagai tantangan tersendiri.
TPI yang kala itu dimiliki oleh Siti Hardiyanti Rukmana alias Mbak Tutut harus melalui perjuangan yang "berdarah-darah" lantaran visi sebagai "TV pendidikan" yang diusung pada tahun pertama tak membuahkan hasil yang diharapkan.
Hingga akhirnya perlahan-lahan stasiun TV ini harus melakukan repositioning sebagai "Televisi Keluarga Indonesia" tanpa melupakan tujuan awal (program edukasi disajikan dengan kemasan yang berbeda namun mudah diterima oleh pemirsa).
Beruntung, reformasi di jajaran manajemen pada tahun 1996 sempat berhasil memberikan secercah harapan untuk stasiun TV ini dengan masuknya Tito Sulistio sebagai Direktur Utama dan Ishadi S.K. sebagai Direktur Operasional.