Rindu merasa sedikit terhibur, tetapi bayangan Gazi dan wajah anak-anaknya terus menghantui pikirannya. Dia tahu Gazi adalah pria yang baik. Mereka telah membangun kehidupan bersama selama bertahun-tahun, meski perasaan cinta yang mendalam tak pernah ada di hatinya untuk pria itu. Gazi selalu sabar, selalu penuh pengertian, dan begitu baik kepada anak-anak mereka. Ia tak bisa menghilangkan rasa bersalah yang begitu dalam.
Beberapa hari setelah Rindu memutuskan untuk tinggal bersama Rasha, Gazi menghubunginya. Meskipun ia sudah mengira apa yang akan terjadi, kata-kata dari Gazi tetap membuat hatinya teriris. Rindu tahu bahwa ia harus berbicara dengan Gazi, menyelesaikan segala hal yang belum sempat ia utarakan. Tapi, saat itu juga, perasaan takut menguasainya---takut jika Gazi benar-benar merasa dikhianati, takut jika anak-anaknya merasa ditinggalkan.
Hari itu, Gazi mengirimkan pesan singkat. "Aku ingin berbicara. Bisa kamu datang ke rumah?"
Rindu menatap pesan itu lama. Ia menghela napas, mencoba menenangkan dirinya. "Aku harus pergi," katanya pada Rasha, suaranya penuh kecemasan. "Aku perlu berbicara dengan Gazi."
Rasha menatapnya dengan lembut, menggenggam tangan Rindu. "Jika itu yang kau butuhkan, aku akan menunggumu di sini."
Rindu mengangguk dan segera keluar dari rumah Rasha, menumpang taksi menuju rumah yang dulu ia huni bersama Gazi dan anak-anak. Setiap detik perjalanan terasa berat. Rumah itu masih memiliki kenangan-kenangan indah, meskipun kini penuh dengan luka.
Sesampainya di rumah, Rindu langsung disambut oleh Gazi yang berdiri di depan pintu. Wajahnya terlihat letih, dan matanya seperti menahan banyak perasaan. Rindu bisa melihat betapa hancurnya hati pria itu.
"Rindu," kata Gazi dengan suara serak. "Aku... aku tidak pernah membayangkan ini akan terjadi. Aku tahu kamu mencintainya, tapi... kenapa kamu tidak memberitahuku lebih awal? Kenapa harus seperti ini?"
Rindu menunduk, hatinya semakin teriris. "Aku tidak tahu bagaimana mengatakannya, Gazi. Aku terlalu takut untuk mengecewakanmu, untuk menghancurkan keluarga kita."
Gazi menghela napas panjang, matanya yang penuh kesedihan seolah menguak segala penyesalan yang telah ia pendam. "Kau tahu aku tidak pernah berharap kamu akan meninggalkanku. Tapi, kalau itu yang membuatmu bahagia, aku akan melepaskanmu, Rindu."
Air mata mulai mengalir di pipi Rindu, tetapi ia tak bisa menahan perasaan yang sudah begitu lama terpendam. "Aku tidak pernah bermaksud menyakitimu. Aku... aku mencintaimu sebagai teman, sebagai pasangan hidup, tetapi tidak seperti yang kamu harapkan. Aku rasa kita sudah sampai di ujung jalan ini."