Tidak berapa lama, Utusan Mulia itu datang, dan berbicara dengan Manusia Mulia itu. Kemudian Manusia Mulia itupun berbicara kepadaku, bahwa dirinya tidak dapat mengikuti acara ini hingga selesai, karena Manusia Mulia itu memiliki kepentingan lain dengan utusan mulia itu.
Selain itupun Manusia Mulia itu menjelaskan, bahwa acara puncak atau inti pada malam anugerah besar ini adalah merupakan suatu hal yang betul-betul privasi antara diri seorang hamba dengan Yang Maha Kuasa.
Manusia Mulia itupun mohon diri karena hendak melanjutkan perjalananya ke tempat lain besama dengan Utusan Mulia itu. Kami pun saling berpamitan, dan kujabat erat tangannnya. Dalam hatiku berkata, ternyata perasaanku sejak awal dengan manusia yang dapat mengunjungiku di dalam surga, pastilah bukan manusia biasa dan tanpa ijin dan kemampuan dari Yang Maha Kuasa, tentulah hal itu takan terjadi. Dan malam ini, perasaan dan pertanyaankupun menjadi nyata dengan kehadiran manusia itu di tempat ini.
Kemudian Manusia Mulia itupun pergi bersama dengan Utusan Mulia itu meninggalkanku. Sambil menuju ke tempat dudukku semula, aku masih sempat melayangkan pandanganku kepada mereka berdua.
Aku memperhatikan manusia mulia dan utusan mulia itu menuju ke kursi kehormatan.
Mereka duduk di sana sambil menikmati hidangan yang telah disediakan dan merekapun seperti membicarakan sesuatu, kemudian tak lama sesudah itu, mereka berduapun bangun dari tempat duduknya dan melangkah meningalkan ruangan ini.
Aku tidak mengetahui apapun, baik tentang pembicaraan, ataupun apa yang hendak mereka lakukan. Aku hanya berpikir dapat mengenal dan bersilaturahmi dengan seorang manusia mulia. Mudah-mudahan manusia mulia itu masih mau menyempatkan waktu untuk datang ke tempatku, karena aku tidak bisa datang ke tempatnya.
Â
Tidak berapa lama kemudian, sang pemandu acara itupun memberi tahu kepada kami untuk berkumpul. Kami diminta untuk saling berjabat tangan satu dengan yang lainnya, lalu kami pun diminta untuk berdiam diri, mengingat, akan kebersamaan kami selama ini, karena sebentar lagi kami semua yang hadir akan memasuki puncak acara atau hakikat dari malam anugerah terbesar ini.
Kami semua diam dan merenung, tak terasa ada sesuatu yang bergejolak di dadaku, dan beberapa tetes air mata, mengalir di sisiku dan pastilah juga dirasakan oleh semuanya. Dalam keheningan itu, aku merasakan tubuhku melayang, berputar-putar, dan kurasakan suasana yang berbeda dari sebelumnya.
Aku tidak mengetahui, apakah semuanya merasakan hal yang sama, tetapi aku merasakan keadaan itu beberapa waktu, sebelum akhirnya aku memasuki sebuah lorong dan berhenti.