Mohon tunggu...
Humaniora

Surga Tempat Bercahaya di Dalam Alam Keabadian Kisah Nyata Seorang Manusia yang Telah Mencapainya

13 Desember 2016   23:11 Diperbarui: 1 Januari 2017   07:10 871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

paling besarpun, sesungguhnya terdapat kerja keras, mencurahkan tenaga dan pikiran, dengan asumsi itu adalah keputusan yang baik. Bila hasil akhirnya ternyata tidaklah sesuai dengan perkiraan, sebenarnya itupun adalah hal yang lumrah, karena sebagai manusia biasa, yang terbatas akal dan pikirnya, sehingga sering kali tujuan meleset dari perkiraan semula.

Bila memikirkan itu semua, maka segala kesalahan akan selalu menjadi beban yang terbawa dalam diri, kemanapun dan di manapun berada. Perasaan bersalah yang akan terus mengelayuti walaupun itu sebenarnya bukan hal yang disengaja, karena tidak ada seorang manusiapun yang mengharapkan kegagalan ataupun kesalahan.

Tetapi begitulah sifat manusia. Ketika diri melakukan kesalahan, akan berusaha menutupi, tetapi ketika orang lain yang berbuat salah, maka akan menjadi orang yang paling sibuk, untuk menjadikan kesalahan itu sebagai konsumsi umum dan terus dibicarakan seolah tiada habis. Padahal, kesalahan itu, ataupun kegagalan itu, belum tentu sepenuhnya karena kesalahan diri, tetapi bisa menjadi sebuah hasil yang direkayasa oleh orang lainnya, untuk melempar batu sembunyi tangan, sehingga kesalahan itu akan terlihat menjadi kesalahan orang lain dan orang lain itulah yang akan terus dipandang sebagai orang yang melakukan kesalahan dan kegagalan.

 

Ketika kita divonis melakukan kesalahan karena memang diri yang membuatnya, maka dengan lapang dada kita pun akan lebih mudah menerimanya. Hal ini akan jauh berbeda dan menjadi masalah tersendiri ketika kesalahan itu bukanlah diri yang melakukan, tetapi getah dari kesalahan itu akan terus menerus dibebani dan ditanggung oleh diri. Saat itulah, sesuatu akan menjadi sebuah beban yang sangat besar, karena siapapun orangnya, tidak akan bisa menerima hal seperti itu. Tetapi sudahlah. Apapun yang terjadi dan dialami dalam kehidupan, semua itu akan menjadi pengalaman sebagai bahan pembelajaran diri untuk menjadi lebih dewasa dan lebih bijak dalam menyikapi suatu masalah. Yang terpenting adalah bukan terletak kepada penilaian orang terhadap hasil yang telah dilakukan, tetapi yang terpenting adalah sejauh mana diri telah melakukan semua itu secara maksimal, dengan mencurahkan segala kemampuan dan memberikan yang terbaik.

Aku adalah manusia biasa yang jauh dari kesempurnaan. Begitupun dalam menjalani seluruh aktivitas dalam kehidupanku dahulu, aku memiliki banyak kekurangan dan juga keterbatasan sebagai manusia biasa. Tetapi dengan segala keterbatasanku itu, setidaknya aku telah berusaha melakukan segala sesuatu semampuku dan memberikan yang terbaik yang aku bisa berikan, baik untuk diriku sendiri, keluarga, dan orang-orang di sekitarku.

Dalam menjalankan seluruh aktivitas kehidupanku, aku berusaha untuk dapat berbuat sesuatu bukan hanya untuk diriku, tetapi untuk orang lain sebanyak mungkin yang aku bisa. Walaupun bisa saja menurut pandangan orang lain apa yang aku lakukan itu adalah sesuatu yang salah atau memiliki banyak kekurangan. Aku sangat menyadari akan hal itu dan juga konsekuensi yang aku terima atas seluruh tindakan yang aku lakukan. Tetapi, apapun menurut pendapat manusia lainnya, aku menerimanya sebagai sesuatu hal yang wajar.

Semua perbedaan pendapat dan pandangan antara manusia satu dengan manusia lainnya, merupakan hal yang lumrah dan pasti terjadi dalam setiap sendi kehidupan. Yang terpenting adalah, bagaimana diri telah berusaha dengan segala kemampuan dan juga tetap memegang prinsip-prinsip hidup yang aku miliki.

Sebagai manusia, aku mempunyai cita-cita tertentu dan juga pandangan hidup, maupun prinsip yang aku yakini kebenarannya dan aku tidak akan menyimpang dari prinsip hidup yang telah aku pegang dengan alasan apapun. Bukannya karena aku bersikap egois dan tidak memperdulikan pendapat orang lain, tetapi aku lebih baik tetap memegang prinsip hidup yang aku yakini dan telah aku lakukan selama ini, daripada aku mengharapkan pujian, simpati atau apapun yang bersifat semu yang berasal dari manusia lainnya, dengan meninggalkan prinsip-prinsip yang sebelumnya aku jalani.

Aku sangat bahagia dan juga bangga apabila aku selalu dapat melakukan segala sesuatu berdasarkan prinsip yang aku pegang, karena lebih baik aku mendapatkan pandangan yang berbeda dari manusia lainnya, bahkan mungkin mendapatkan sesuatu hal yang dipersalahkan. Walaupun sebenarnya bukan merupakan kesalahanku secara mutlak, tetapi aku akan tetap menerima semua itu dari pada aku harus bersifat munafik dan mengikuti apapun yang diinginkan oleh manusia lainnya.

Aku merasa lebih baik mendapatkan kecaman, bahkan mungkin hinaan dari manusia lainnya, daripada aku harus meninggalkan prinsip hidupku. Karena aku tidak mengharapkan pujian dan pembenaran dari manusia, karena Yang Maha Kuasa pastilah lebih mengetahui apa niat yang terkandung di dalam diriku pada saat aku melakukan sesuatu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun