Aku terhuyung, rasanya seperti akan pingsan, tapi tidak. Aku segera mampu untuk menguasai diriku. Aku tidak mau terlihat lemah, aku tidak ingin laki-laki ini bahagia melihatku lemah.
"Papa, itu tante cantik." Celoteh Aim sambil menunjukku. Aku bisa melihat senyum di bibir Rendi menanggapi ocehan putranya. Senyum yang sangat ku rindukan.
"Tari..", panggil Rendi. Aku terkejut mendengarnya. Saat ini jantungku berdetak dengan sangat cepat. Apa yang harus ku lakukan?
"Ah maaf, aku menemukan bola Aim. Permisi." Kataku kemudian berjalan menjauhi mereka. Aku sengaja mempercepat langkahku. Dalam hati aku sangat senang bisa kembali melihat Rendi, tapi aku juga merasa sangat sakit saat ini. Â Â
"Elo kenapa Tar?" Tanya Sila saat aku berlari masuk ke dalam mobilnya.
"Pulang yuk! Gue pusing." Jawabku sekenanya. Aku bisa melihat rasa penasaran dari wajah Sila, namun sahabatku itu tidak bertanya apapun kepadaku. Dengan cepat dia segera masuk ke dalam mobil dan mengemudikan mobilnya menuju apartemen ku.
"Tadi kamu kenapa?" Tanya Sila lagi saat kami sudah berada di apartemen. Gadis itu tahu betul jika saat ini aku sudah mulai tenang.
"Gue ketemu Rendi sama anaknya." Jawabku yang membuat mata Sila melotot karena kaget.
"Terus istrinya?" Pertanyaan bodoh yang Sila ucapkan membuatku menghembuskan nafas panjang.
"Aku tidak bertemu dengannya."
Kali ini Sila yang menghela nafas panjang. Entah apa yang ada difikirannya. Apa mungkin dia mengira aku akan adu jotos jika aku sampai bertemu dengan Aina.