Uhuukkk, uhuukkk.. pertanyaan Rendi mampu membuatku terkejut dan tersedak.
"Tari kamu tidak apa-apa?" Tanya Rendi sambil menepuk punggungku. Malunya aku.
"Kamu cantik, baik, pintar, berkarir, tidak mungkin tidak ada yang menyukaimu." Ucap Rendi lagi yang ternyata melanjutkan obrolannya.
"Ahh aku.. aku.. kenapa kau juga tidak menikah lagi Ren? Aim juga butuh ibu." Aku balik bertanya. Ini semata-mata karena aku tidak bisa menjawab pertanyaan Rendi sebelumnya.
"Karena aku mencintaimu." Degg, jantungku mulai berdetak sangat kencang. Jika saja aku tidak pandai menahannya pasti aku sudah terkena serangan jantung. Aku tidak menyangka Rendi akan mengatakan hal itu. Aku tidak berfikir bahwa kisah ini masih ada lanjutannya.
"Dari dulu saat kita masih pacaran, saat aku dan Aina menikah, sampai sekarang rasa cintaku untuk mu tidak pernah berubah Tar. Kamu adalah satu-satunya perempuan yang aku cintai. Ya, mungkin keadaan sekarang sudah tidak seperti dulu. Aku telah menjadi duda beranak satu. Tapi apakah aku masih memiliki kesempatan untuk mencintaimu?"
Tenggorokan ku tiba-tiba kering, padahal baru saja air minum membasahi nya. Aku seperti tercekat, speechless, ah apalah namanya. Aku tidak bisa mengatakan apapun saat ini. Mengetahui jika Rendi masih mencintaiku adalah sebuah hal yang luar biasa bagi diriku.
"Tari, apakah aku masih memiliki kesempatan untuk mencintaimu kembali? Apakah aku masih memiliki kesempatan untuk menjadikan impian-impian kita dulu menjadi kenyataan? Apakah kau mau menjadi istriku, menjadi ibu dari Aim?"
Kali ini Rendi mengatakannya dengan tegas, dia terlihat sangat serius. Sementara aku hanya mampu meneteskan air mata.
"Tari, sayang, kenapa kau menangis? Lupakan semua masa lalu Tari. Kita harus melangkah ke depan. Aku akan berusaha membuatmu bahagia."
Tanpa mengatakan apapun kupeluk Rendi erat. Aku tidak ingin kehilangan laki-laki ini lagi.