Tanpa disadarinya, air mata tengah mengalir begitu saja. Tangannya refleks mengusap air mata itu ketika dia tersadar. Hatinya terasa hangat, Nivea merindukan sosok lelaki tua renta itu.
***
Rintik gerimis mewarnai pagi ini. Semerbak wangi tanah bercampur aroma rerumputan yang begitu khas, kian terhendus.
"Seri, Lihatlah! Apa itu?" Nivea berseru antusias berdiri di depan jendela kamarnya yang terbuka lebar.
"Ah, nona! Anda tidak tahu itu disebut pelangi?"
"Apa? Bukan begitu Seri! Maksudku, pelangi itu sangat indah. Aku... tidak ingin melewati keindahan itu. Aku ingin terus memandanginya."
"Air hangat Anda sudah siap sejak lima menit yang lalu, nona."
"Ah, benar! Aku sampai lupa. Baiklah, aku harus segera bersiap-siap."
Tiga puluh menit kemudian Nivea tengah mematutkan dirinya di hadapan sebuah cermin yang lebih besar daripada cermin di meja riasnya. Hari ini dirinya mengenakan gaun sederhana berwarna hijau tosca. Sangat kontras dengan kulit putihnya. Nivea begitu cerah. Kesan anggun seolah tak pernah luput dari dirinya.
"Selamat pagi Ayah, Ibu."
"Pagi Nivea." jawab kedua orang tuanya hampir bersamaan.