"Lumayan, Tante. Ini baru beli?" tanya Henry penasaran seraya memegang sisi sangkar burung yang dibawa Mama.
"Mama ada-ada aja deh." spontan aku berkomentar dengan wajah heran, mengerutkan dahiku.
"Ih ini dikasih sama Eyang Kung. Disana ada empat, Mama dibagi satu. Lihat warnanya tuh cakep, ijo kuning. Ini namanya Love bird, bisa joget lho."
Haduh.. Sejak mama belum turun dari motor ojek sampai sekarang, burung itu masih saja bercicit-cuit. Apa mulutnya tidak lelah ya? Apa dia sendiri tidak keberisikan dengan suaranya? Kapan dia akan berhenti bersuara?!
"Iya Tante bagus banget warnanya."
"Tante masuk dulu ya, mau bawa ini ke belakang. Nanti minta dibuatin dulu sama papanya Amel buat disangkutin disitu." telunjuk Mama mengarah ke langit-langit atas kepalaku yang sedang duduk.
Astaga.. Aku hanya bisa menutupi wajahku dengan kedua tangan saat ini. Mama berlalu masuk ke dalam dengan membawa serta si Love bird dalam sangkarnya. Henry kembali duduk di tempatnya semula. Bukannya menanggapi ucapanku yang sebelumnya, dia malah membahas Mamaku.
"Hehe, si Mama lucu juga ya".
Hmm.. kenapa jadi Mama yang dibilang lucu. Benar-benar, Mama sukses mengalihkan pembicaraanku dan Henry. Aku harus langsung ke intinya sekarang.
"Kamu masih cinta ya sama Mba Lidya? Buktinya sakit hati kamu ngga habis-habis sama dia."
"Lho? Kenapa jadi aku yang masih cinta sama dia. Terbalik kali.."